Sejak 1 Januari 2014 Direktorat Jendral Pajak menyerahkan kewenangan penetapan NJOP kepada pemerintah daerah sesuai dengan UU PDRD. Pajak Bumi dan Bangunan meliputi sektor perkotaan dan sektor pedesaan yang penetapannya dilakukan oleh pemerintah kota maupun pemerintah kabupaten. Sedangkan DKI yang masuk sektor perkotaan mengingat status DKI yang propinsi maka penetapannya dilakukan oleh Pemprov.
Setiap pungutan oleh pemerintah baik oleh pemerintah pusat dan daerah mestinya harus memiliki payung hukum, demikian pula mengenai PBB seharusnya penetapan NJOP harus diperdakan sebagai dasar pungutan. Yang menjadi pertanyaan mengapa pembebasan RS Sumber Waras dipersoalkan oleh DPRD padahal seharusnya NJOP itu harus ditetapkan melalui peraturan daerah yang disahkan oleh DPRD ?
Merujuk pada ketetapan pelimpahan kewenangan menetapkan NJOP tersebut sesungguhnya menjadi hal yang janggal apabila DPRD mempersoalkan sebab antara harga pembebasan tanah dan NJOP RS Sumber Waras adalah sama yaitu Rp. 20.755.000 per meter. Disinilah persoalannya, siapa yang menaikkan NJOP dari Rp. 12.195.000 tahun sebelumnya, apakah penetapan NJOP tersebut dilakukan oleh Pemprov tanpa diperdakan ?
Melihat kehebohan yang dilakukan oleh DPRD DKI, mengingat baik anggaran maupun NJOP harus diperdakan menimbulkan sebuah pertanyaan besar, apa fungsi DPRD sesungguhnya yang heboh setelah terjadi transaksi pembebasan RS Sumber Waras. Mestinya jika DPRD sebagai representasi rakyat memiliki kewenangan memanggil Ahok untuk mempertanyakan masalah pembebasan tanah RS Sumber Waras, tapi faktanya justru menggeruduk KPK.
Dari postingan saya sebelumnya, agaknya pelimpahan kewenangan penetapan NJOP dari Dirjen Pajak kepada Pemerintah Daerah belum banyak diketahui oleh masyarakat sehingga polemik yang berkembang adalah menyangkut status tanah SHGB yang akan berakhir tahun 2018 akan kembali menjadi milik negara.
Yang dimaksud terjadinya unsur korupsi dalam pembebasan tanah RS Sumber Waras apabila harga pembebasan tanah itu diatas NJOP sehingga selisihnya dapat dikategorikan kerugian negara. Dalam pembebasan tanah RS Sumber Waras antara NJOP dan harga pembebasan tanah adalah sama RP. 20.755.000. Permasalahan yang timbul menyangkut kenaikan NJOP yang begitu signifikan, tidak ada hubunganya dengan status tanahnya.
Mungkin yang harus dipahami, pemerintah daerah terdiri dari legislatif dan eksekutif dimana eksekutif mengambil keputusan berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh DPRD. Tibulnya polemik menyangkut pembebasan tanah tersebut menunjukkan tidak harmonisnya hubungan pemprov dan legislatif atau terjadi kewenangan legislatif yang diabaikan namun kalah dalam dalam pencitraan oleh media.
Melihat pada kewenangan pelimpahan penetapan NJOP tersebut, jelas kepada pemerintah daerah, bukan kepada kepala daerah atau gubernur DKI. Jika penetapan NJOP tanpa persetujuan wakil rakyat, adalah sangat mungkin DKI suatu saat hanya dihuni oleh orang kaya dengan penetapan NJOP yang tinggi sebagai cara meminggirkan warga yang tidak mampu. Ucapan jangan memiliki rumah di Jakarta kalau tidak mampu bayar PBB, ucapan itu tidak akan ada kalau DPRD berfungsi sebagaimana mestinya.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H