Seringnya OTT KPK tertuju kepada kepala daerah belakangan ini bisa menjadi cermin kewibawaan sebuah pemerintahan namun ironisnya korupsi menjadi tanggung jawab individu. Bahkan, partai yang berkuasa menilai apa yang dilakukan KPK adalah OTT model baru karena menyangkut kadernya yang akhirnya menjadi tersangka oleh nyanyian pengusaha yang diduga memberi suap.
KPK seolah menjadi pesaing pemerintah yang harus berjalan sendiri karena begitu banyaknya OTT terhadap kepala daerah. Hal ini sebagai indikasi bahwa korupsi memang menjadi sebuah peluang pemasukan uang untuk menutup biaya politik yang semakin besar. Terlebih dengan rencana pengesahan RKUHP yang dinilai akan memberangus peran KPK makin mengukuhkan pandangan, tanpa korupsi akan mengganggu kinerja kepala daerah.
Ini adalah fakta yang terjadi sebagai latar belakang kontraktor membayar fee adalah karena nilai proyek tersebut termasuk uang "titipan" yang diaku milik para pemegang keputusan. Namun bagi KPK. uang tersebut adalah uang negara yang harus dikembalikan kepada negara. Jika pedoman KPK seperti itu, semua kepala daerah kemungkinan akan mengalami kebangkrutan oleh biaya politik yang tinggi dan disebut Parpol sebagai biaya kampanye.
Sulit bagi pemilih untuk menjatuhkan pilihan yang terbaik  dalam perkembangan politik saat ini yang terjadi kecenderungan saling menjatuhkan, pujian sifatnya hanya bertujuan untuk menaikkan citra. Apalagi sifat kecemberuan masih kental dalam budaya kita, makin tampilnya seseorang makin banyak kritikan. Jangankan pakar atau pengamat, publik awampun dengan bebas menyampaikan kritik dengan mudahnya akses penyampaian pendapat.
Seperti halnya Amien Rais yang menyatakan siap nyapres yang mendapat tanggapan beragam, ada parpol yang menyebutnya sebagai dagelan. Maksudnya, Amien Rais tak pantas nyapres padahal pengkritik sendiri belum dikenal prestasinya kecuali sebagai kader parpol.
Sebelumnya Amien Rais bicara tentang teman balik kanan yang dinilai meninggalkan perjuangan karena tergiur jabatan, lalu kita bertanya ketika  Amien Rais bertemu Habib Rizieq bersama Prabowo, sepulang ke tanah air menyatakan kesiapan nyapres, bukan balik kanan, lebih tepat balik kiri. Alhasil makin terlihat yang menonjol adalah nafsu berebut kekuasaan.
Haji Lulumg, pentolan PPP ini belakangan mengganti warna rumahnya identik dengan PAN atau setidak tidaknya menjadi simpatisan PAN karena masih mewakili PPP di DPRD DKI.Â
Kalau elit parpol tidak loyal ini menandakan kepentingan individual lebih menonjol dan parpol dijadikan kendaraan politik semata, seperti Priyo Budi Santaso, pentolan Golkar ini hengkang ke Partai Berkarya yang semakin mengukuhkan fenomena politikus kutu loncat memang sudah menjadi tradisi.
Mungkin saja ini sebuah efek dari pemilihan langsung dimana pemilih akan memilih berdasarkan figur yang dikenal, makin dikenal apapun latar belakngnya akan semakin memperoleh kans untuk dipilih. Prabowo Subianto, dikenal sebagai Jendral, menjabat Danjen Kopasus dan Pangkostrad tapi juga dikenal sebagai mantu penguasa Orde Baru. Bukan itu saja, ia adalah putra begawan ekonomi Indonesia Prof Sumitro Djojohadikusumo namun dalam politik kesalahan Orde Baru juga disematkan kepada dirinya. Namun, menjadi fakta, Prabowo masih dinilai sebagai rival terkuat Jokowi dan lebih populer dari Wiranto mantan Pangab yang juga pernah nyapres.
Amien Agaknya sudah akan mulai melangkah kekiri meninggalkan koalisi keuamatan, apakah ini hanya merupakan manuver atau sungguh2? Lagi lagi dalil politik itu cair menjadi alasan, setiap saat akan berubah mengikuti keadaan dan kesempatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H