Presiden Joko Widodo menyatakan Bandara Kertajati sudah dicanangkan lebih dari satu dekade lampau. Pernyataan presiden ini langsung disambut oleh publik sebagai sebuah prestasi yang membanggakan masa kepemimpinan Jokowi.
Kita tengok kebelakang, pencanangan pembangunan Bandara Internasional Kertajati dilakukan pada akhir periode Presiden Megawati, artinya dimulai sejak 15 tahun lalu. Namun harus diingat, membangun sebuah bandara tidak seperti membangun rumah, diperlukan feasibility study yang memakan waktu lama.Â
Study kelayakan ini mencakup berbagai aspek, azas manfaat, pendanaan, recovery sebab tujuan pembangunan tersebut harus memiliki manfaat secara ekonomi, pencarian sumber dana dan lebih dari itu adalah system pengelolaan dimana Bandara tersebut harus mempunyai income untuk menutup biaya investasi.
Perkiraan, untuk menyiapkan feasibility study bandara taraf internasional  sampai detail design untuk pelaksanaan pembangunan dibutuhkan paling tidak 5 tahun.  Menyangkut keputusan pembangunan dan sumber dana pembangunan masih memerlukan koordinasi lintas sektoral sampai pada penganggaran dan disetujui oleh DPR juga membutuhkan waktu panjang.
Kemudian menyangkut masalah tehnis pelaksanaan, mulai d ari izin prinsip atau izin lokasi serta IMB juga membutuhkan waktu, belum lagi menyangkut pembebasan tanah. Ditambah lagi waktu pelaksanaan konstruksi yang pastinya akan memakan waktu beberapa tahun.
Pembangunan Bnadara seperti ini bersifat multi year mulai dari perencanaan samapai pelaksanaanya bisa jadi bukan tergantung dari periode jabatan presiden dan kebetulan selesai pada era Jokowi.
Berbeda dengan proyok monorel di DKI yang semula dijadikan Icon kampanye pilpres 2014, proyek tersebut adalah proyek swasta yang rencananya menggunakan menggunakan dana pinjaman dari China, proyek ini bisa disebut gagal karena kemungkinan tidak ada perbankan yang bersedia menjadi garantor pinjaman China tersebut.
Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo meresmikan Bandara Kertajati, Majalengka. Jokowi  berterima kasih kepada Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan  Gubernur Jabar Ahmad Heryawan karena telah mencanangkan pembangunan  bandara ini. Bisa saja ulah media membuat berita menjadi bias akhirnya terkesan proyek tersebut sebelumnya mangkrak yang menjadi bahan para pendukung.
Disinilah bisa dilihat kekukarang fahaman dalam  proses sebuah pembangunan atau mungkin secara sengaja menggunakan pembangunan sebagai bahan kampanye menjelang pilpres 2019 mendatang. Ada aksi dan juga ada reaksi menjadikan suasana menjelang pilpres ini semakin hangat penuh dinamika tricky, ada takjil 2019 Ganti Presiden yang mengundang polemik antara parpol pendukung dan oposisi.
Tak salah kalau kita dapat memilah informasi yang benar dan  informasi bermuatan politik dan adalah hal yang lumrah menggunakan media sebagai alat untuk membangun citra. Apakah ucapan terima kasih Jokowi kepada SBY sebuah sindiran, tergantung dari dari yang menilainya. Berita bisa saja diramu sedemikian rupa yang didalamnya bermuatan kampanye. Takjil 2019 GantiPresiden, pada dasarnya juga kampanye agar tidak memilih Jokowi. Ibarat pantun berbalas mengisi hajat besar bangsa memilih pemimpinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H