Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jodohku Entah Kemana (17)

16 Juni 2017   23:35 Diperbarui: 17 Juni 2017   00:09 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Anaku kian akrab dengan Esti yang dia panggil tante karena Esti dan suaminya Andri sering datang kerumahku membawa anaknya yang masih balita. Ini yang membuat aku jadi skit kepala, kuminta menjauh justru sebaliknya mengakrabi anaku. 

" Kasian ya pah anaknya tante Esti ... " kata anaku suatu saat Esti membawa anaknya yang masih merangkak.

" Kasih tante uang buat beli susu dedek ya .... " Kataku, anaku dengan senang hati memberikan uang kepada Esti. Aku hanya membantu kesulitan Esti karena masalah ekonomi rumah tangga. Namun lama kelamaan aku menjadi gantungan hidupnya, aku seperti wajib menafkahinya.

" Esti ... kalau kamu bergantung terus menerus  kepada saya ..., pantasnya kamu jadi isteri saya ... "  Maksud kata kataku agar dia juga berusaha untuk mengatasi  ekonomi rumah tangganya, namun dia anggap aku meminta menceraikan suaminya dan menikah denganku.  Tepok jidat, salah omong salah presepsi rupanya, Esti semakin sering datang ikut mengatur rumahku, mengatur pembantu  layaknya isteriku.

Kutelpon Andri agar isterinya jangan sering-sering datang kerumahku,tidak enak dilihat orang lain, tapi jawaban suaminya diluar dugaan ... siapa lagi kalau tidak ke aku. Bahkan anakku sering mencari Esti untuk mengerjakan sesuatu dirumah.  Esti selau datang kerumahku naik sepeda motor, pakainnya tertutup jaket, namun ketika jaket dibuka .... busananya berpotongan dada rendah ... kalau membungkuk .... bikin ngiler, ingin rasanya mencomot ..... jangan jangan jangan ... inget inget inget Esti isteri orang ... tak boleh disentuh... aku membathin.  Rumah sepi, pembantu asyik nonton sinetron india dibelakang, anakku  sedang kuliah ..... sepi sepi seperti itu nakalku  mudah kambuh ... susah mencari obatnya.

Nakalku benar benar kumat lagi, kuminta Esti menggeser duduk merapat .....  wah wah wah dia turuti lagi seperti waktu kuangkat dagunya ...Esti menyandarkan tubuhnya didadaku ... langsung tanganku melingkar diperutnya yang lemaknya masih sedikit ... ampun ampun bini orang.  Tapi aku merasa geli sendiri ... biasanya kalau masih gadis kuremas dulu tanganya .... bini orang atau janda melingkari perutnya, agar tangan lebih mudah mengarah kesana kemari .....

 " Esti .... boleh tidak keatas ..... " kataku berlagak bego ... Esti mengerti maksudku , tanganku dibimbingnya keatas

 " Masih kencang kan .... ? Esti minta dipuji. 

 " Yang kencang sarungnya ... " Kataku sambil tertwa .... grotak ... anakku membuka pintu, tak terdengar suara mobilnya masuk, langsung masuk pagar yang terbuka .... untung untung untung nasib mujur tidak kepergok.  Aku buru buru pindah kedepan komputer seolah sedari tadi asyik main game komputer. Selamet selamet selamet ..... kalau sampai kepergok, mungkin Esti langsung diusirnya.

 " Eeee tante ... mana dedek ?" kata anakku langsung duduk disofa sebelah Esti. 

" Sama neneknya .... " Jawab Esti

 " Dedek beliin susu ya .... " kataku 

 " Iya pah ... kasian dedek ... " kata anaknya yang tidak memahami dimodusi papanya.  Yang pada awalnya aku hanyai ingin  menolong akhirnya aku menjadi gantungan ekonomi Esti bahkan Andri tanpa sungkan menitipkan istrinya padaku, apa yang terjadi terjadilah, aku disodori barang mulus, mubazir kalau tidak digunakan ..... pikiranku sudah mulai kacau.

 Esti minjam uang cukup  besar, katanya ditagih hutang rentenir, mimik mukanya seperti khawatir .... ternyata dia bohongi aku, dia perlu biaya menggugat cerai Andri.  Kutelpon Andri apa yang terjadi dengan rumah tangganya, lagi lagi jawaban diluar dugaan .... dia titip anaknya. Lha ini sudah gila, anak isterinya diserahkan padaku .... tidak, aku cuma membantu. Tapi Andri meyakinkan aku dia rela isterinya bersamaku karena  dia masih lama keluar ... Andri memohon, demi anaknya, demi darah dagingnya .....Kamu sudah gila, kataku menutup telpon.

Esti semakin sering datang kerumahku seperti memasang jaring untukku. Walaupun aku sudah tua, tua tetap aku sebagai lelaki normal.  Aku masih mampu menahan diri dari godaan, aku selalu berpikir resiko betapa besar yang harus aku tanggung seperti aku memutuskan dalam keputusan usahaku.

Esti memang pandai mengambil hati  anaku, ini dapat meruntuhkan imanku yang sudah mulai goyah oleh kehalusan kulit tubuhnya. Kadang Esti seperti memancing mempertontonkan buah dadanya yang masih kencang  dengan memakai pakaian berpotongan dada rendah. 

Teringat Bu Rita, Bu Rita yang jauh lebih dewasa dariku itu membawa aku kealam dunia dewasa yang sebelumnya sama sekali tak ku mengerti, aku selalu dilarang oleh ibuku agar jangan pacaran sebelum mampu mencari nafkah sendiri. Dibawa dalam rutinitas dewasa terlalu dini, ketika aku menikah dengan Juli mungkin aku dinilai dingin sehingga menimbulkan kecurigaan aku berselingkuh. Apalagi beberapa hari menjelang pernikahan dengannya, Tan Ailing datang yang merusak suasana.

Sepanjang hidupku tak pernah tentram disisi wanita, dengan Jendol begitu juga, dia mengira mahasiswi yang kuminta mengasuh anaku adalah peliharanku yang membuat aku marah. Latar belakangku yang banyak dikelilingi wanita itu telah merusak ketentramanku. Sangat mudah aku mendapatkan wanita, sangat mudah pula aku kehilangan. Silih berganti wanita dalam kehidupanku membuat aku lelah luar biasa. Bahkan timbul rasa khawatir luar biasa yang sudah mendekati paranoid jika berbicara pernikahan.

Mungkin inilah dosaku yang harus aku rasakan melanggar nasihat ibuku. Aku tak  pernah tenteram sepanjang hidupku, dua kali mengalami kegagalan rumah tangga yang menyakitkan. Ditengah lamunanku itu, sering muncul bayangan yang tak asing namun aku tak tau mahluk apa itu, manusiakah, Jin kah atau apa ?. Bayangan itu makin sering muncul yang membuat rasa penasaran.

Aku terbawa dalam alam yang tak pernah aku jumpai, bangunan itu tampak megah dengan penjagaan orang orang bertombak dan berpedang mengiringiku menuju kursi singgasana. Apakah ini hanya mimpi ? Kucubit lenganku, terasa sakit, aku tidak mimpi bahwa aku adalah seorang raja. Aku berusaha memberontak, aku bukan raja, tetapi tubuhku tak dapat kukendalikan bersikap seperti seorang raja yang dikelilingi oleh dayang dayang yang cantik cantik.

Seorang yang berpakain hitam dengan ikat kepala bertubuh tegap melaporkan kondisi keamanan kerajaan .... ohoooo  aku kira aku  adalah seorang raja entah kerajaan apa. Tak lama kemudian serombongan lelaki berjubah dengan wajah wajah Timur Tengah datang menghadap, setelah memberi hormat kupersilahkan duduk bersila dihamparan karpet tebal. Mereka adalah para ulama yang datang dari Timur Tengah untuk menyebarkan ajaran Islam. Belum lama para tamu itu duduk bersila, datang seorang lelaki tua berjubah berkulit putih bersih, berhidung mancung, sorot matanya tajam. Tubuhku tak bisa dikendalikan, aku membungkuk memberi hormat dan meluncur ucapan begitu saja dari mulutku .... dia ayahku. Aku mulai mengerti, aku seorang pangeran putra mahkota.  Pikiranku terus memberontak, aku berusaha sadar bahwa itu hanya mimpi. Tiba2 semua gelap, aku tersadar terkulai lemas daias sofa, perutku terasa lapar sekali, mulutku kering. Aneh, aku seperti baru melakukan perjalanan jauh ..... lebih mengherankan lagi Pak Ustadz dan anak muda yang pernah datang kerumahku adalah pengiring dalam mimpiku.

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun