Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gebrakan KPK Membuat Parpol Balik Badan ?

16 Februari 2016   01:56 Diperbarui: 16 Februari 2016   02:12 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum pula 100 jam  OTT KPK mencokok petinggi MA apalagi 100 hari sebagai mana janji politik kabinet baru, sudah membuat merinding terutama parpol-parpol yang semula mendukung revisi UU KPK  no 30 tahun 2002 langsung berbalik arah. OTT yang dilaksanakan KPK itu memang menjadi pukulan telak, demi citra dimata publik tak malu-malu lagi lempar handuk atas usulannya sendiri. Benarkah demikian ?

Menyusul wacana pengampunan koruptor yang belum lama ini mencuat kepermukaan, usulan revisi UU KPK ini mencerminkan upaya parpol menyiasati APBN yang memang dibuat berpontensi untuk dikorupsi harus menemui ganjalan lagi. Walaupun harus diakui pula, karena harus setor kepada parpol, gaji anggota DPR menjadi minus tapi itulah sebuah konsekwensi janji politik menyalurkan aspirasi rakyat.

Yang menjadi pertanyaan kita semua, dengan gebrakan yang dilakukan oleh KPK akan membuat jeri parpol ? Sama sekali tidak, sebab jika dilihat dari prosesnya, anggaran adalah angka proyeksi yang tidak sama dengan realisasinya. Dan dalam perhitungan anggaran diperhitungkan contingencies dengan asumsi yang diperbolehkan pasti akan lebih besar dari realisasinya. Selisih anggaran ini merupakan sisa anggaran yang pada waktu era orde baru dipergunakan untuk program yang disebut inpres,  seperti dijumpai  adanya jalan inpres, sekolah inpres atau pasar inpres programnya orde baru.

Sejalan dengan pemberlakuan otonomi daerah dan banyaknya partai yang terwakili diparleman membutuhkan biaya yang lebih besar lagi dalam kegiatan negara dimana peraturan tidak memungkinkan semua dianggarkan. Sebab, dalam pengeluaran negara maupun penerimaan negara harus memiliki payung hukum. Ketentuan yang berlaku tidak mungkin dapat menutup kebutuhan parpol sehingga terjadi pungutan oleh parpol kepada perwakilanya yang duduk diparlemen seperti diungkap Damayanti Wisnu Putranti yang ditangkap KPK sebelumnya.

Jika KPK menjalankan fungsinya secara konsisten menutup celah terjadinya korupsi maka, para anggota DPR  harus mencari penghasilan diluar yang dapat menimbulkan kevakuman dan hambatan dalam proses pemerintahan.  Sebuah keadaan yang dilematis, KPK melaksanakan fungsinya sebagaimana undang-undang resikonya pemerintahan tidak berjalan karena semua anggaran pemerintah berpontensi untuk dikorupsi untuk pembiayaan partai.

Namun demikian, adalah sebuah gambaran dimana partai tidak memiliki platform yang jelas, dengan mudah berubah arah garis politiknya karena opini publik. Bisa dimaklumi karena parpol tidak memiliki akar yang kuat sehingga masih menganggap pencitraan dimata publik menjadi bagian terpenting.

Seperti pada awalnya, koalisi hanya sebagai strategi merebut jabatan dan setelah jabatan itu diperoleh maka politikpun berubah arah sesuai kepentingannya. Inilah ciri demokrasi hasil reformasi politik, rakyat diperlukan untuk mendapatkan legitimasi untuk menduduki kekuasaan, demo para guru honor adalah sebuah contoh nyata dimana diperlukan saat dibutuhkan suaranya untuk memperoleh legitimasi kekuasaan.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun