Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kereta Cepat Terancam Mangkrak?

28 Januari 2016   22:36 Diperbarui: 28 Januari 2016   22:52 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah foto yang beredar di Face Book menyangkut jaminan pinjaman pemerintah China kepada Indonesia. Dari judul berita tersebut, terkesan ada yang ditutupi dalam hal bagaimana pinjaman itu terealisir.  Agar tidak salah dalam menafsirkan berita semacam ini, kita harus mengetahui proses pinjam meminjam antar negara yang umum berlaku.

Beberapa waktu yang lalu terbetik berita pemerintah menunjuk bank pemerintah sebagai garantor atau penjamin pinjman dari China tersebut.  Dari berita tersebut dapat dipahami bahwa yang diberikan pinjaman adalah bank BUMN oleh bank pemerintah China.  Sebuah prosedur standar dalam perbankan, setiap pinjaman akan diikat dengan jaminan yang merupakan pengamanan apabila pinjaman itu mengalami kemacetan.

Bank BUMN adalah badan usaha dalam bentuk perseroan yang sahamnya dimiliki oleh negara. Dalam perseroan, keputusan tertinggi adalah Rapat Umum Pemegang Saham dimana pemerintah menempatkan wakilnya berkedudukan sebagai komisaris.  Mengeluarkan surat jaminan atau menjual asset perseroan harus melalui persetujuan RUPS dimana keputusan itu dipegang oleh wakil dari pemerintah yang ditempatkan.

Maka dari gambar yang pertama, menteri BUMN menyatakan bahwa pinjaman dari China tak minta jaminan dari pemerintah itu benar  sekali tetapi harus melalui persetujuan RUPS dari wakil pemerintah. Tak meminta, tapi sesungguhnya pemerintah wajib memberikan jaminan karena sebagai pemilik BUMN.

Gambar kedua, kontraktor yang dimaksud itu siapa ? Kemungkinan adalah kontraktor dari China yang pembayaran dilakukan oleh bank pemerintah China yang kemungkinan besar tidak mencairkan tagihan karena pemerintah Indonesia belum mengeluarkan jaminan kepada perbankan China.  Wajar kalau kontraktor China tersebut berteriak kepada pemerintah Indonesia karena ada syarat yang belum dipenuhi dalam  pinjaman tersebut sehingga tagihannya belum dibayar. Groundbreaking merupakan sebuah progres untuk menagih pembayaran, agaknya syarat dari Bank China belum terpenuhi, maka muncul berita seperti judul  gambar kedua.

Kalau pinjaman itu mengikat pemerintah, maka harus mendapat persetujuan DPR RI. Dalam hal ini, pinjaman operator kereta cepat menjadi pinjaman bank BUMN dimana kereta cepat secara fisik menjadi jaminan tersebut. Sedangkan jaminan pinjaman dari pemerintah China dijamin dengan bortought atau surat jaminan sehingga yang ditagih bukan operator KA Cepat tapi bank BUMN. Selanjutnya Bank BUMN sumber pengembaliannya dari setoran operator Kereta Cepat.

Bortought atau surat jaminan (bisa berupa promissory notes) yang ditujukan kepada bank pemerintah China dari pemerintah Indonesia. Sedangkan beberapa waktu yang lalu terbetik berita seorang anggota DPR memberikan kritik terhadap pinjaman yang menurut pendapatnya tidak perlu persetujuan DPR. Mestinya anggota DPR tersebut mempelajari anggaran dasar bank BUMN sebelum mengeluarkan statemen di media. Sebab, bortought atau promissory notes semacam itu harus mendapat persetujuan DPR RI karena apabila pinjaman itu mengalami kemacetan akan menjadi beban APBN.

Seperti terjadi pada krisis moneter 1998, dengan alasan post mayor semua kredit macet termasuk kredit luar negeri di write off dari pembukuan bank, semua beban menjadi beban APBN. Sedangkankan jaminan pinjaman ditangani oleh BPPN ( Badan Penyehatan Perbankan Nasional ) dan selanjutnya hasil penjualan yang dilakukan oleh BPPN menjadi pendapatan negara.

Dengan mencuatnya berita ini, maka menjadi jelas bahwa pinjaman dari pemerintah China tersebut adalah bisnis biasa untuk membuat laku produknya serta memberikan lowongan kerja bagi rakyatnya. Namun karena di Indonesia dipolitisir menjadi pristise sebuah keberhasilan alhasil menimbulkan polemik. Dan yang terkuak disini, groundbreaking merupakan progress untuk menagih, ternyata pemerintah belum mengeluarkan bortought sehingga dana dari bank China tidak cair kepada kontraktor Kereta Cepat. Bisa diperkirakan, kalau bortought itu harus mendapat persetujuan DPR RI, polemik akan makin ramai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun