Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gugurnya Angket Pajak, Artinya Apa ?

22 Februari 2011   23:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:22 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan hasil voting sidang paripurna, hak angket pajak dinyatakan gugur. ebanyak 266 anggota menyatakan menolak hak angket pajak. Sedangkan yang mendukung hanya 264 anggota. 106 anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) dan 84 anggota FPDIP, 56 anggota FPKS, 16 anggota F-Hanura dan 2 anggota FKB memutuskan mendukung hak angket. Sementara 145 anggota FPD, 43 anggota FPAN dan 26 anggota FPPP, 26 anggota FKB, 26 anggota F-Gerindra menyatakan menolak hak angket pajak.  Gugurnya hak angket pajak tersebut sekaligus mencerminkan koalisi partai pemerintahan menuju hari2  terakhir yang kemungkinan besar akan berlanjut dengan resufle kabinet.  Tidak solidnya koalisi yang dibentuk oleh SBY tersebut sesungguhnya sudah terlihat sejak  kemenangan SBY dalam pilpres yag tidak didukung oleh kekuatan suara parlemen hasil pemilu legislative.

Lalu dengan gugurnya hak angket tersebut menandakan pemerintahan SBY membela mafia pajak ?. Sesungguhnya tidak demikian, kita laihat saja hak angket century yang menghasilkan rekomendasi tidak dapat dilaksanakan oleh KPK.  Apa yang direkomendasikan oleh DPR sesungguhnya lebih bernuansa kepentingan politik ketimbang aspek penegakan hukumnya. Akibatnya, kerja penegakan hukum itu sendiri makin bias oleh karena banyak kepentingan politiknya ketimbang penegakan hukum itu sendiri.  Sementara penegakan hukum dinilai makin memprihatinkan namun yang dilihat oleh masyarakat bukan latar belakang kasus2nya. Sebagian besar kasus2 korupsi melibatkan para politisi dan birokrat yang tentunya ada kaitannya dengan parpol.  Makin membumbungkan biaya politics karena masyarakatpun bersikap menerima money politik, saweran2 dalam pilkada sudah menjadi pemandangan umum ditengah masyarakat. Maka ketika para kepala daerah dan anggota dewan terlibat masalah korupsi dengan mudah korupsi itu dituding sebagai urusan politik.Tak mengherankan  urusan korupsi diwarnai cap jempol darah ketika KPK memanggil Megawati. Memang sewajarnya megawati ikut bertanggung jawab atas ulah kadernya yang terlibat korupsi, paling tidak secara moral.

Demikian juga dengan mencuatnya kasus Gayus Tambunan yang diwarnai permainan hukum, banyak kepentingan yang terlibat didalamnya menjadikan Gayus bak manusia istimewa dimata hukum.  Namun mengapa Golkar yang ketua umumnya dituding terkait dengan Gayus Tambunan justru mendukung angket pajak ?.  Disinilah sesungguhnya letak permainan para politisi, sebagaimana angket Century dimanfaatkan untuk kepentingan politik, rekomendasi DPR lebih menunjukkan kepentingan politiknya ketimbang aspek penegakan hukum. Rekomendasi politik kepada KPK yang tidak dapat diterapkan sehingga mengesankan penegakan hukum menjadi mandul. Padahal dibalik itu semua adalah perebutan kekuasaan dimana kekuasaan itu indentik penguasaan sumber dana politik.  Maka tak mengherankan banyak politisi baik tingkat pusat dan daerah terlibat kasus korupsi akibat mahalnya biaya politik.  Mengaca pada pengalaman angket century, angket pajak akan bernasib sama dengan angket Century yang dibelokkan menjadi kepentingan politik sehingga penegakan hukum  itu sendiri menjadi kabur.

Koalisi yang tidak solid oleh karena orientasinya pada gerbong kekuasaan sebagai  penguasaan sumber pendanaan parpol menjadikan kumpulan partai yang saling menelikung  ini agaknya sudah mencapai titik nadir. Sebagaimana diungkapkan Sekretariat Gabungan Koalisi akan mengevaluasi kebijakan anggotanya di parlemen saat rapat paripurna hak angket pajak di gedung DPR. Menurutnya Sekretaris Setgab Syarif Hasan kebijakan anggota koalisi, yakni Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Golkar, yang mendukung hak angket akan dievaluasi. Kebijakan partai itu tidak sejalan dengan anggota koalisi lainnya yang menolak hak angket. Bisa saja hal ini merupakan alasan SBY merombak susunan kabinetnya.  Kegagalan pemerintahan yang diakui SBY mungkin juga sebagai isyarat akan adanya resufle kabinet dalam waktu dekat.  Namun apakah resufle kabinet itu menjadi jalan keluar dari kemelut yang berkepanjangan, agaknya masih sulit diprediksi sebab para politisi akan selalu melakukan manuver2 untuk menjaring simpati dalam menghadapi pemilu yang akan datang. Tentunya simpati itu ditunjukkan dengan terus mengkritisi pemerintah dengan alasan untuk melakukan kontrol.   Cara2 yang ditempuh seperti ini telah membuat gerah Dipo Alam, mantan aktivis ini berubah menjadi pendukung pemerintah karena posisinya sebagai sekretaris kabinet.  Suara itu akan tergantung diposisi mana, ketika berada diluar kekuasaan akan berteriak lantang menyerang pemerintah, sebaliknya setelah berada didalam kekuasaan suara itu akan berbalik atau diam seribu bahasa menikmati apa yang diraihnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun