Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hajipun Menjadi Pembohong

4 Februari 2011   19:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:53 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah, rombongan penerbangan pertama bagi Haji 2010 telah  sampai di Madinah semalam,mereka akan berada di Madinah selama 10 hari.Semoga jemaah Haji 2010 kali ini mendapat Haji yang mabrur dengan keizinan dariNya dan diharap mereka selamat pergi dan pulang ke tanahair nanti.  Seperti itu kira2 cerita tentang perjalanan ibadah Haji sebagai salah satu  pemenuhan kewajiban bagi pemeluk agama islam.  Melaksanakan rukun islam sebagai  mana yang diwajibkan oleh ajaranNya adalah sebagai tanda ketaatan pada ajaran Allah itu. Namun apakah mental dan prilaku dapat mengikuti seperti yang diajarkan ?.  Tidak !. Sebab, aturan yang membatasi keinginan setiap jemaah haji memaksa mereka untuk berbuat kebohongan.  Kebohongan itu sendiri timbul karena melaksanakan ibadah haji menjadi sebuah pristise kedudukan sosial, bukan murni karena panggilan ajaran agama sehingga dalam kenyataannya antara perbuatan dan status yang disandangnya tidak seiring sejalan.

Status sudah menunaikan ibadah haji menjadi status kedudukan sosial sehingga kita dapat menjumpai banyak orang menempatkan statusnya itu didepan namanya bagai sebuah prestasi seperti halnya menempatkan gelar akademiknya.  Pergeseran nilai tersebut menimbulkan kebiasaan melaksanakan pesta yang pada dasarnya adalah dalam rangka memohon doa keselamatan perjalanan yang diimbali tanda mata sepulang dari perjalanan itu tak bedanya dengan perjalanan wisata. Disinilah kebohongan itu dilakukan, tanda mata serta oleh2 yang banyak itu dibeli Pasar`Tanah Abang, Jakrata, mulai dari penganan khas Arab sampai perlengkapan simbol islami maupun air zamzam.  Seorang kerabat atau handai taulan dengan senang hati mendapatkan selembar sajadah atau peci putih dari kerabatnya yang baru pulang menunaikan ibadah haji, sipemberi tidak mungkin mengatakan apa yang diberikan itu dibeli dipasar  Tanah Abang, maka tanpa disadari dia telah melakukan kebohongan agar pemberiannya itu memang dibeli di tanah suci.  Tetapi kebohongan tersebut telah menjadi tradisi, 200 ribu jemaah haji yang berangkat ketanah suci, maka paling tidak 2 juta orang menjadi korban kebohongan.

Sesungguhnya prilaku semacam ini bukan masalah yang besar, tetapi prilaku seperti ini merupakan gambaran dari sebuah keadaan dimana kita sulit menemukan lagi kejujuran. Kebohongan itu bisa kita temukan disemua sendi kehidupan baik kehidupan beragama maupun kehidupan sosial kemasyarakatan.  Seseorang yang mengikuti aturan yang berlaku maka dia akan dipandang sebagai orang yang kikir karena hanya dapat membawa oleh2 yang terbatas sepulang dari tanah suci.  Dengan pola pandang kehidupan sosial yang demikian, kebohongan menjadi hal yang lumrah  yang pada akhirnya dari satu kebohongan berlanjut kebohongan yang lain.  Artinya, ketaatan pada agama dimana seharusnya menciptakan manusia yang taat aturan sulit diikuti dalam kehidupan sosial yang berkembang seperti saat ini.

Ketika tokoh lintas agama menuding pemerintah telah melakukan kebohongan maka tak mengherankan apabila justru mendapat sanggahan dan tentangan karena tokoh agama sendiri tidak dapat membimbing umatnya agar bersikap jujur yang tentu saja umat itu termasuk yang duduk dalam pemerintahan. Mungkin saja fatwa haram tidak menyebut oleh2 dari tanah abang adalah sebagai salah satu cara mendidik umatnya agar berkata jujur. Tetapi fatwa itu akan membuat kecewa para pelaku bisnis oleh2 haji yang mungkin mempunyai omset yang tidak sedikit.  Namun harus diingat pula, munculnya bisnis oleh2 haji itu karena situasi sosial yang menyebabkan tokoh ajaran islam tidak mengingatkan larangan berbuat bohong.  Tokoh agama mestinya menyadari, bahwa sesungguhnya kebohongan itu memang dibiarkan berkembang, bibitnya adalah bohong oleh2 itu karena hal itu terkait dengan pelaksanaan ibadah agama. Terlihat spele saja, tetapi hal ini mencerinkan bahwa kebohongan itu direstui. Oleh karena itu, jika pemerintah berbuat kebohongan karena benih kebohongan itu terus dipupuk seiring berkembangnya bisnis oleh2 haji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun