Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Kawin Siri, Sewa Saja PSK

17 Februari 2010   15:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:53 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mungkin perlu ada definisi yang jelas tentang pengertian pajak dan retribusi sehingga tidak membingungkan masyarakat. Tempat2 hiburan dikenai pajak hiburan dan pajak penjualan  untuk makanan dan minuman yang dipungut oleh pemerintah daerah, itu sudah dimengerti oleh masyarakat.

Di Batam, PSK dikenakan pajak 10%, kalau itu merupakan PPN maka artinya pajak pertambahan nilai, ada pajak masukan dan pajak keluaran dimana wjib pajak dapat melakukan restitusi dan wajib mempunyai NPWP dan masuk sebagai pajak pemerintah pusat yang berlaku di seluruh Indonesia.

Melihat oject pajaknya, kemungkinan  pajak PSK tersebut adalah PPn atau pajak penjualan yang merupakan pajak daerah, kemungkinan hanya berlaku di Batam. Tetapi jika melihat lebih jauh dari transaksinya, PSK adalah penyedia jasaya layanan publik, atau penjual jasa yang berarti masuk katagori penjualan. Namun jika kita berpedoman bahwa setiap pungutan harus berdasarkan perda, tentunya akan mengacu pada undang2 yang kedudukannya lebih tinggi. Mungkin saja ada interprestasi dari undang2 negara ini yang sifatnya flexible, kalau kepepet manusiapun boleh jadi barang dagangan.

Yang menjadi pertanyaan, pungutan pajak harus didasari perda yang yang mengacu undang2 perpajakan. Jika kita lihat pelacuran adalah tindakan ilegal, tentunya dalam undang2 perpajakan tidak akan mungkin ada menyebut pelacuran sebagai sebuah kegiatan object pajak.

Kelihatannya, pemerintah sekarang ini dalam kebingungan mencari sumber pendapatan, yang penting bagaimana caranya mendapatkan uang dari rakyat, apakah itu menabrak undang2 atau tidak, yang penting uangnya masuk.

Daripada menjadi pemerintah yang munafik, mengapa pelacuran tidak dilegalisasi, sekalian dijadikan tujuan wisata sex. Berzina adalah pelanggaran hukum tetapi dipungut pajaknya, opo ora gemblung.

RUU perkawinan yang bersangsi pidana dan denda sepertinya cocok dengan pajak PSK, jangan nikah, ongkosnya makin mahal, jajan saja, makin banyak jajan makin besar pajak yang dapat dipungut. Lalu muncul lagi rancangan peraturan Menkoinfo, jangan mengkritik pemerintah, pemerintah matanya tajam lho, pemerintah masih perlu duit banyak untuk bayar hutang luar negeri.

Di Jakarta, ada retribusi di pajaki, dikarang saja alasannya, yang penting pemerintah selalu benar, payung hukumnya diklop2kan, rakyat kan tidak faham. Begitu mungkin pemikirannya, yang faham dilarang bicara, nanti tersangkut peraturan menteri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun