Pilihan rakyat, begitulah yang selalu didengar untuk menghadapi KMP, baik dinyatakan oleh Jokowi maupun PDIP yang merupakan pengusung Jokowi. Â PDIP telah memberikan contoh konkrit, pemilihan presiden tidak untuk tujuan bagi-bagi kekuasaan. Sebagai pemenang pileg dan pilpres hanya menempatkan 4 orang kadernya duduk di kabinet, Â sama dengan PKB. Ketua DPP PDI Perjuangan TB Hasanudin tidak menampik bila kader PDI Perjuangan merasa kecewa dengan alokasi kursi menteri yang diperoleh partainya yakni hanya empat kementerian.
Di Parlemen, PDI Perjuangan harus gigit jari tidak mendapat kursi pimpinan DPR serta MPR. Kursi pimpinan parlemen disapu bersih oleh Koalisi Merah Putih (KMP) seteru koalisi PDI Perjuangan bersama Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Agaknya PDIP akan mengalami hal yang sama  dalam penetapan formatur AKD yang hingga saat ini belum ditetapkan mengingat KIH belum memberikan nama calon dari anggota fraksinya.
Ironi sebagai partai pemenang pemilu yang tidak banyak berperan dalam pemegang keputusan  oleh karena Jokowi mengklaim sebagai pilihan rakyat. Suara tidak puas mulai terdengar dikalangan kader PDIP sendiri, semua keputusan ada ditangan Megawati yang merupakan ungkapan perlemahan partai ini merupakan buah keputusan ketua umum.
Lalu bagaimana pemerintahan kedepan setelah peta politik makin mempertegas KMP sebagai partai penyeimbang dalam arti kata lain sebagai oposisi ? Â Suara menyikapi perubahan nomenklatur kementerian mulai terdengar dari DPR karena akan menyebabkan revisi APBN yang sudah diundangkan.
Persoalan akan muncul kepermukaan kalau DPR belum menetapkan formatur AKD yang "diboikot"  KIH  yang menginginkan jatah formatur dari KMP karena baik pemerintah maupun DPR tidak dapat bekerja sebagaimana  mestinya.  Disatu sisi pemerintah harus segera mengajukan revisi anggaran, dilain sisi DPR belum dapat bekerja mengingat belum memiliki AKD. Yang menjadi pertanyaan,diiringi  kekecewaan  kader PDIP yang merasa "diminimaliskan' oleh Jokowi, akankah akan bersikap all out mendukung program pemerintahan Jokowi ?
Kembali pada Jargon politik pilihan rakyat, Jokowi sudah mendapatkan label politik  itu walaupun diantara kader PDIP sendiri telah membuka adanya donatur dibalik klaim pesta rakyat.  Suara sumbang didalam internal kekuasaan yang kecewa tidak mendapat posisi ini tidak dapat diabaikan begitu saja karena bagaimanapun pemerintah tidak dapat bekerja tanpa keikut sertaan mereka. Mengapa PDIP mengulur waktu menyerahkan nama anggota fraksinya untuk penetapan formatur AKD  mestinya harus dilihat dari peranan partai didalam pemerintahan.
Jika kondisi ini terus berlarut tentu saja secara politik KMP akan sangat diuntungkan  sebab selama ini KMP dicurigai akan mengganjal pemerintahan Jokowi.  KMP sendiri tidak memiliki beban politik menyikapi tertundanya penetapan AKD sehingga tidak terlalu ngotot melaksanakan rapat paripurna untuk memutuskan penetapan AKD, bola ada ditangan KIH sendiri.
Pertimbangan menyangkut perubahan nomenklatur kementerian oleh pimpinan DPR telah disampaikan kepada Presiden, Â bagimana selanjutnya keputusan ada ditangan KIH partai pendukung Presiden sendiri yang kadernya mulai mulai tidak dapat menutupi rasa kecewa. Menjadi sebuah Ironi, mengklaim atas nama rakyat namun tidak dapat menyembunyikan rasa kecewanya karena Presiden bertindak atasnama rakyat, bukan atas nama parpol pendukungnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H