Tanpa disadari, kita semua hidup dalam ranah masyarakat yang ekstroversi. Seorang individu selalu mengarah ke fenomena sosial daripada terhadap dirinya, dan itu pasti.Â
Lihat saja ketika ada kasus atau peristiwa di sekitar kita. Yang awalnya hanya kepo, lalu berlanjut ke sesi gosip bahkan menggunjing. Selalu mau tahu dan ikut campur urusan orang lain, begitulah kira-kira.
Kehidupan masakini juga tidak bisa terlepas dari internet dan sosial media. Dikit-dikit cekrek-update status, dikit-dikit browsing, dan dikitdikit yang lain. Inilah yang disebut dengan "Introvert tapi extrovert".Â
Kita selalu ingin tahu dunia luar, menunjukkan semuanya pada dunia, namun kita sendiri enggan muncul di lingkungan.
Sama seperti orang dewasa, anak-anak pun juga bisa menjadi seorang introvert maupun ekstrovert. Anak introvert biasanya cenderung tertutup dan lebih banyak diam, berbeda dengan anak extrovert yang lebih mudah terbuka dengan orang lain.
Orang tua dan sebagian besar masyarakat berpikir bahwa introvert adalah suatu keanehan. Hal ini dikarenakan pemikiran bahwa anak-anak dituntut untuk harus bersosialisasi dan ramah.Â
Kemudian jika anak lebih tenang dibanding teman yang lain, maka orang tua terkadang memunculkan dugaan yang cenderung dibesar-besarkan.
________
Anak introvert memang lebih suka menghabiskan waktu sendirian terutama di lingkungan yang tenang, mengapa bisa demikian?
Menurut sebuah studi, anak introvert terbukti lebih reseptif terhadap dopamin dan membutuhkan lebih sedikit stimulasi. Inilah sebabnya mengapa mereka diberi energi kembali dengan menyendiri.
Selain itu, yang membedakan antara anak introvert dengan ekstrovert, adalah pada cara kerja sistem saraf. Ekstrovert menyukai sisi simpatik pada sistem saraf mereka (itulah mengapa mereka selalu bersemangat).Â
Sementara itu, introvert lebih condong ke sisi parasimpatis yang lebih banyak berhubungan dengan energi kekekalan dan otot-otot yang rileks. Hal itu yang menghasilkan ketenangan secara individual.