Waduh seperti apa tuh pantai kecoa? Apakah pantainya penuh dengan kecoa? Haha tentu tidak. Sebenarnya, nama pantai yang akan saya bahas disini adalah Pantai Coro. Coro itu sendiri merupakan bahasa jawa yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti kecoa. Nah, itu berarti coro sama dengan kecoak. Belum jelas sih kenapa nama pantai diambil dari salah satu serangga berordo Blattodea itu. Banyak versi yang menjelaskan tentang asal muasal nama pantai ini. Salah satunya ada yang mengatakan kalau namanya hanya diambil asal-asalan oleh penduduk setempat.
Pantai Coro adalah sebuah pantai berpasir putih di Kabupaten Tulungagung, tepatnya di daerah Reco Sewu. Terletak sekitar 29 km dari Alun-alun Kota Tulungagung, pantai ini merupakan destinasi wisata yang pas karena letaknya yang tak jauh dari pusat kota. Sekedar tahu, Pantai Coro ini masih satu arah dengan Pantai Popoh dan Sidem, letak pantainya juga berdampingan dan masih satu gerbang masuk.
Mengawali tahun 2018, saya dan teman-teman SMA yang masih anget, baru lulus tahun kemarin, merencanakan untuk mengisi liburan ke sebuah pantai. Kami memutuskan untuk mengunjungi Pantai Coro atas rekomendasi teman yang sudah pernah kesana, termasuk rekomendasi saya juga. Jadi, kunjungan ini merupakan kali kedua saya ke Pantai Coro. Saya turut merekomendasikan Pantai Coro karena selain dekat, pantai ini juga indah dan berpasir putih. Selain itu berbeda dengan Pantai Popoh dan Sidem, Pantai Coro merupakan pantai baru yang belum lama ditemukan. Karenanya masih belum banyak orang yang tahu dan pantainya masih bersih alami.
Kami berangkat menuju lokasi pukul tujuh pagi menggunakan sepeda motor. Usai sholat subuh, saya mempersiapkan segala sesuatu yang nanti akan saya bawa. Semua perlengkapan saya masukkan dalam tas kecil, salah satu yang tidak lupa dibawa adalah balsem
Dijalan raya, saya menemukan Pantai Coro sudah tertera di pentunjuk arah, padahal beberapa tahun lalu ketika saya kesana masih belum ada. Mungkin sekarang sudah terkenal dan banyak wisatawan yang kesana. Perjalanan memakan waktu sekitar dua jam lebih. Pada belokan terakhir sebelum berpisah dengan aspal yang mulus, tertera tulisan arah ke Pantai Coro. Lalu kami sampai pada gerbang masuk. Satu orang hanya dipatok tarif lima ribu rupiah. Murah bukan? Itu pun sudah mencangkup rute ke Pantai Sidem. Selanjutnya kami melewati rumah penduduk, disana saya mendapati hampir setiap rumah menawarkan jasa penitipan motor.
"Mbak parkir disini aja, disana sudah tidak ada orang" kira-kira semacam itulah rayuan penduduk disana supaya wisatawan memilih penitipan mereka. Padahal berdasarkan pengalaman saya, di depan masih ada banyak tempat penitipan yang lebih dekat dengan pantai.
Sebenarnya kami berencana memarkir kendaraan di atas bukit, disana masih ada penitipan motor yang paling terakhir seingat saya. Namun kami diberitahu oleh warga kalau jalannya tidak bisa dilewati motor karena semalam diguyur hujan, sehingga becek. Akhirnya kami menitipkan motor di rumah terdekat. Sekedar info, untuk parkir satu motornya dikenakan biaya lima ribu rupiah.
Selanjutnya kami harus berjalan kaki menuju pantai. Ternyata benar jalannya becek dan berlumpur karena hujan. Ketika melewatinya kami harus berhati-hati supaya tidak terperosok lumpur. Naasnya, ada salah satu teman saya yang terperosok karena tidak berhati-hati. Saya dan yang lain menertawakannya dan tak lupa mengabadikan momen lucu itu.