Mohon tunggu...
Perpustakaan Kementerian Keuangan
Perpustakaan Kementerian Keuangan Mohon Tunggu... -

"An investment in knowledge pays the best interest." -Benjamin Franklin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perpustakaan Mandiri: Penerimaan Negara dari Perpustakaan

16 Maret 2012   08:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:58 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1331885061209916749

Penerimaan negara bukan pajak atau sering kita dengar sebagai PNBP, merupakan salah satu sumber penerimaan negara non-pajak yang diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jadi, APBN kita selain bersumber dari penerimaan pajak juga bersumber dari penerimaan non pajak. Penerimaan yang bersumber dari laba BUMN mengisi porsi terbesar dalam setoran penerimaan jenis ini. Penerimaan Negara Bukan Pajak pada tahun 2011, realisasinya sebesar 250,907 triliun rupiah. Sedangkan target total nilai PNBP Indonesia pada tahun ini adalah 278 triliun rupiah, sebagian pendapatan itu berasal dari PNBP sumber daya alam (SDA) migas dan nonmigas. Kemudian, berasal dari  PNBP dari Dividen BUMN yang didukung perbaikan kinerja BUMN yang lebih kompetitif dan efisien. Serta PNBP dari Kementerian/Lembaga yang sebagian penerimaannya dikembalikan kepada instansi penghasil untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah. Di poin yang terakhir inilah perpustakaan umum milik pemerintah, berpotensi memberikan kontribusi penerimaan negara bukan pajak. Secara teknis, PNBP perpustakaan umum, sebagian penerimaannya dikembalikan kepada instansi penghasil untuk meningkatkan kualitas layanan perpustakaan. Terkait dengan operasionalisasi perpustakaan pemerintah yang dijalankan oleh lembaga-lembaga pemerintah saat ini hanya diatur melalui Peraturan Menteri, Peraturan Rektor (untuk universitas), atau Peraturan Daerah. Meskipun sudah ada Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, namun belum ada peraturan pelaksanaannya yang mengatur tentang penerimaan PNBP dari perpustakaan. Kita boleh membayangkan gagasan dan model regulasi penerimaan negara dari sektor mini ini (pelayanan publik/ perpustakaan) perlu dipikirkan, kira-kira seperti apa yang cocok. Kita bisa menghitung, potensi angka setoran PNBP memang tidak terlalu besar bagi sebagian perpustakaan, tapi cukup signifikan bagi beberapa perpustakaan yang lain. Sebagai contoh, misalnya selama 2011 perpustakaan A (perpustakaan pemerintah kota) berhasil mengumpulkan pendapatan dari jasa penelusuran jurnal, scan/ fotocopy, cetak kartu anggota, penerbitan buku, penyewaan ruang oleh KFC/ Starbuck, laba penyelenggaraan bazar buku, dukungan sponsor, penerimaan denda dan penjualan software serta pelatihan teknis yang diselenggarakan oleh perpustakaan. Sementara pada tahun yang sama, perpustakaan SMU B di pinggiran kota yang sama kesulitan membeli buku, maka inisiatif subsidi silang dapat diambil oleh pemerintah kota setempat. Potensi penerimaan negara dari sektor ini terhitung sangat tidak signifikan dibandingkan dengan keseluruhan jenis penerimaan yang bersumber dari PNBP. Namun yang perlu dipahami adalah tujuan dari penggalian potensi ini sama sekali bukan tujuan komersialisasi perpustakaan. Melainkan majemen keuangan yang baik di perpustakaan tentu akan menciptakan disiplin, kemadirian dan membangun kualitas manajemen perpustakaan itu sendiri. Peningkatan kualitas layanan tentu akan menjadi tujuan utama yang “merasuki” setiap pengelola perpustakaan pemerintah untuk berlomba-lomba mengirimkan setoran PNBP paling banyak, karena pada akhirnya setoran itu akan dikembalikan kepada perpustakaan penyetor. Dengan penerapan target setoran penerimaan negara, diharapkan kebocoran atau inefiensi kinerja perpustakaan dapat ditekan. Perpustakaan menjadi unit kerja / BLU/ UPT yang mampu mandiri dan produktif, mampu membiayai eksistensinya, serta berkompetisi mengisi ruang-ruang sosial di tengah-tengan masyarakat. Barangkali masalah kultur, image dan budaya lah yang memasung perpustakaan sehingga selalu merasa menjadi korban dari akselerasi dinamika jaman. Semangat untuk perpustakaan yang mandiri ! www.perpustakaan.depkeu.go.id Note: Model pendekatan ini dapat digunakan pada semua sektor layanan publik yang “KATANYA” gratis mulai dari Kantor Pusat Pemerintah sampai ke tingkat kelurahan dan RT untuk mengikis kultur “biaya administrasi”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun