Setelah selesai menghadiri sebuah hajatan pernikahan salah satu teman kantor di daerah Semarang, aku dengan beberapa rekan kantor lainnya berjalan-jalan menyusuri kota tua di daerah itu. Dari Lawang Sewu kami naik bis kecil turun di pasar Johar kemudian berjalan kaki menuju kota tua. Sepanjang jalan kami temui deretan bangunan klasik yang berdiri gagah dan masih menyisakan kejayaannya pada masa itu. Jalanan disekitarnya juga bersih dan nyaman mungkin memang Pemerintah Kota Semarang benar-benar memperhatikan betul tata kelola barisan bangunan tua ini.
Aku bersama ke empat rekanku terus berjalan menuju kearah Stasiun Kereta Api Tawang. Ditengah perjalanan kami singgah sejenak disebuah taman kecil dikompleks situ. Aku tidak tahu persis apa nama taman itu tapi kami cukup lama istirahat di taman itu, duduk sambil beli es duren, nikmatnya.
Aku mengamat-amati daerah sekitar taman itu. Ada beberapa penjual makanan disana diantaranya mie ayam bakso, tahu gimbal khas Semarang, kue molen mini, dan lainnya. Nampak diantara deretan pedagang itu ada seorang ibu-ibu berumur 40 tahunan yang menggelar dagangan berupa buku bekas dan amplop disitu, tepat didepan gedung Kantor Pos.
Aku menghampirinya sementara teman-temanku yang lain berada di seberang jalan di tugu titik nol kilometer kota Semarang. Aku mengamati dagangan Ibu itu. Nampak buku-buku pelajaran bekas, LKS SD, Majalah Bekas, kemudian ada juga amplop kecil-kecil yang dia jajakan seribu dapat 4, dan pernak-pernik kecil lainnya.
“Bu, menawi lekas dodolan jam pinten?”, (Kalau mulai berjualan jam berapa?) tanyaku mengajakknya ngobrol.
“Jam 7 lekas nggelar dagangan mas…”, (Jam 7 mulai menata barang jualan mas) jawabnya.
“Menawai dagangan buku kaya makaten meniko angsal saking pundi Bu?”, (Kalau barang dagangan buku semacam ini itu dapatnya darimana Bu), tanyaku sambil memegang sebuah majalah wanita bekas sekitar setahun yang lalu tanggal terbitnya.
“Ingkang niku angsal saking wong dodol loakan pasar Johar mas. Barang titipan niku, sanes dagangan kula. Dagangan kula gur amplop kalian map niki.” (Kalau yang ini dapat dari orang penjual dagangan barang bekas di pasar Johar mas. Ini bukan punya saya mas, itu hanya titipan. Barang dagangan saya hanya amplop dan map ini), jelas dia sambil menunjukkan barang-barang yang dia jual.
“Ooohh.. Mekaten nggih.. Lha menawi sedinten angsal bathi pinten Bu?”, (Ooohh.. Begitu ya.. Kalau sehari dapat laba berapa Bu), lanjutku bertanya.
“Nggih Alhamdulillah lah mas, saged nyekolahaken anak-anak kalian tumbas beras kangge pawon…” (Ya Alhamdulillah lah mas, bisa untuk menyekolahkan anak-anak dan beli bahan makanan buat di dapur), jawab Ibu itu sambil tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H