Mohon tunggu...
Perpustakaan Kementerian Keuangan
Perpustakaan Kementerian Keuangan Mohon Tunggu... -

"An investment in knowledge pays the best interest." -Benjamin Franklin

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hakikat Ladang Itu

3 April 2012   08:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:05 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1333441736187147811

Ladang itu disebut orang banyak sebagai Kompasiana. Realitas media sudah sampai pada tingkat yang sangat kompleks dan dinamis. Peran, fungsi, makna, dan hakikat media saat ini sudah sangat dinamis sekali. Seperti bumi, setiap orang berhak bermukim di setiap jengkal ladang itu. Setiap yang berdiri di atasnya memiliki kesempatan yang sama untuk berekspresi di muka bumi, mengembara kesana-kemari dan menentukan di mana akan berpijak menunggu langit menjemput. Setiap biji berhak tumbuh dan berkembang, kemudian tanpa disadari atau tidak pohon itu telah menghasilkan buah dan menebarkan biji ke penjuru bumi.

Di dalam ladang itu tentu tumbuh berbagai macam pohon buah, benalu, semak duri dan juga rumput liar. Maka tidak heran, setiap tumbuhan menghasilkan buah menurut sifat akar, batang dan daunnya sendiri. Anggrek menghasilkan bunga yang indah menakjubkan, benalu menghasilkan benalu berikutnya, dan pohon apel menghasilkan buah apel pula. Mutu setiap buah sudah pasti memiliki ukuran masing-masing sesuai jenisnya, dan juga menurut selera penggemar buah. Buah yang paling manis belum tentu menjadi favorit dan dianggap paling enak, seringkali yang asam dicari-cari dan pedasnya cabai selalu dirindukan. Sementara ada yang berbuah banyak dan ada yang berbuah sedikit. Sementara ada yang menerbangkan bijinya sampai ke seberang samudra seperti pohon kelapa, ada juga yang jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Sesudah puas bertumbuh, pohon itu kemudian memutuskan untuk beristirahat, mencari "tempat" yang lebih baik. Tumbuhan itu tumbang di pelukan bumi, ternyata tanaman itu mati untuk menghidupkan, memberi kesempatan kepada setiap tunas rumput yang akan tumbuh di bawah pokok batangnya untuk merasakan hangatnya mentari. Biji yang telah lama terkubur timbunan tanah yang menyimpan niat untuk bangkit suatu saat, akan menemukan dirinya, berpijak di atas ladang itu. Tunas itu akan menyadari bahwa dia hidup diantara tetumbuhan lain, diterangi mentari dan disiram sinar bulan saat malam. Semakin tinggi tunas itu tumbuh, semakin banyak pula tetumbuhan bisa dilihatnya di kiri kanannya, disadarinya juga semakin luas nampaknya ladang yang dia jejaki itu. Demikian terus berlalu sebagaimana waktu. Kita layak berguru pada setiap tunas, setiap helai daun yang menggugurkan dirinya untuk kemudian membusuk, menyatu dengan bumi dan menjadi pupuk/ makanan bagi setiap akar di ladang itu.

www.perpustakaan.depkeu.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun