Gadis berjilbab merah muda, duduk dengan setumpuk kertas penuh kerjaan sambil terus menatap layar komputer. Aku melangkah perlahan mendekatinya dengan pelan-pelan supaya tidak mengganggu pekerjaanya.
“Eh mas Mo… Tumben-tumbenan pagi-pagi udah beredar di lantai 11….”, sapa dia kepadaku. Senyum manisnya itu sungguh mempesona dan sedikit memberiku kesegaran pagi ini.
“Hai Ayu.. Kamu cantik sekali… Ada kabar apa dari hatimu Yu…”, aku menjawab sambil bercanda dengannya.
“Hahahahaha…. Dataaaaaar……”, jawab dia sambil melepas tawa.
“Oke.. Aku tunggu di Perpustakaan ya.. Ada buku baru menarik buat kamu.. Sambil cerita-cerita lah kita disana ya Yu….”, kataku.
“Oke mas Mo.. Bentar lagi Pak Adi mau ke DPR mas.. Nanti jam istirahat aku kesana yaaaa….”, ujarnya.
********
“Dataaaaarr mas Mo…”, jawab dia singkat sambil membolak-balikkan buku “Golden Words” karya Zaenuddin HM di Perpustakaan
“Tapi kalian masih temenan atau gimana sih Yu..?”, tanyaku.
“Ya kami masih berteman, masih sering jalan-jalan bareng, masih suka naik gunung bareng, tapi ya Cuma gitu doang gak ada gimana-gimana nya….”, jawab dia sambil terus menatap buku.
“Oohh ya mungkin dia belum mau jujur sama kamu Yu… Atau mungkin dia tipe cowok yang emang sebenarnya bukan yang ketara jelas-jelasan gitu kalo ngedeketin cewek….”, ujarku.
Ayu menatapku lalu berkata, “Kalo memang dia mau ngedeketin aku pasti aku ngrasa dong mas.. Tapi ya itu.. Dia itu biasa-biasa aja… Gak gimana-gimana gitu jugaa…”
“Eeeeemm… Yu seandainya nih ya… Seandainya dia suka sama kamu terus mau menjalin hubungan serius sama kamu gitu gimana Yu….”,
Ayu diam dan tidak menjawab. Lalu aku melanjutkan pembicaraanku.
“Yu.. Sebenarnya dia masuk kriteriamu gak sih….?”
Kali ini dia kembali menatapku.
“Mas Mo.. sejak dulu aku selalu punya pendirian. Aku bukan orang yang suka mematok kriteria. Harus cowok putih, ganteng, gagah atau apa kek. Tapi satu yang jelas mas Mo, Aku hanya akan menjalin hubungan serius lalu menikah dengan Sahabat Terbaikku. Aku bukan tipe orang yang kenalan, lalu pedekate, lalu baru jadian dan ble ble ble… Enggak gitu.. Tapi aku lebih nyaman menjalin hubungan dengan orang yang udah lama aku kenal sebagai sahabatku, tau kebiasaan jeleknya, tau bocor-bocornya dia, tau resenya dia dan yang nggak kayak pacaran gitu deh yang selalu manis-manis dimuka……”, jawab dia panjang.
Aku terdiam cukup lama, berfikir tentang apa yang dia katakan. Benar juga si Ayu ini.
“Oke.. Lantas apakah dia sudah menjadi Sahabat Terbaikmu…?”, tanyaku lebih lanjut.
Kali ini dia tidak menjawab……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H