Mohon tunggu...
Perpustakaan Kementerian Keuangan
Perpustakaan Kementerian Keuangan Mohon Tunggu... -

"An investment in knowledge pays the best interest." -Benjamin Franklin

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Semesta Dalam Buku

17 April 2012   08:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:31 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata kita melihat & otak kita menangkap buku sebagai wujud tunggal. Namun, nama, sifat dan bentuk selalu menipu kita saat menatap sekilas setiap wujud. Buku tak akan mewujud menjadi buku tanpa elemen yang lain, tak akan ada wujud meski hanya satu elemen yang dibutuhkan tidak hadir di dalamnya. Menurut ajaran China kuno "Untuk mewujud menjadi bentuk, segala sesuatu membutuhkan sesuatu yang lain," ketika kita memperhatikan sebuah buku, lalu menyentuh halaman demi halamannya. Pada saat kita memaknainya dengan penuh kesadaran, penuh konsentrasi dan penuh kedamaian, kita melihat di dalam sebuah buku ada awan, matahari, udara, mineral, tanah, waktu, dedikasi, dan cinta orang yang menanam dan merawat pohon sampai pohon itu diolah menjadi bubur kertas, ada pengetahuan, ada emosi, & curahan isi pemikiran penulisnya. Seluruh isi kosmos ada di situ. Tanpa awan yang menjadi hujan, pohon tak akan tumbuh & tak dapat diolah. Tanpa pengetahuan, tanpa tulisan, gagasan tidak akan tertuang. Tanpa waktu, tanpa ruang, tak ada buku. Kita melihat kenyataan, ternyata buku terwujud dari elemen-elemen non buku. Tidak ada satu wujud pun di dunia ini yang berdiri sendiri. Di dalam diri kita terkandung segala sesuatu yang ada di alam semesta. Segala sesuatu yang hidup saling berkaitan dan saling tergantung satu sama lain. Hakikat keterkaitan ini dapat menyentuh kearifan nondiskriminasi universal. Berbeda dengan satwa, manusia salah satu makhluk yang seharusnya mampu mengembangkan kesadaran semacam itu. Menyadari sifat "kemanusian"-nya yang luhur. Sebuah hakikat kebijaksanaan yang jujur, adil dan utuh. Sebagaimana sejarah agama di dunia, Islam dituangkan dalam sekumpulan buku yang sangat indah, demikian juga dengan Kristen, Budha, Yahudi dan semua agama lainnya. Setiap agama memiliki tradisi-tradisi besar yang layak diteladani. Kalau setiap umat agama-agama kembali kepada inti ajarannya, sungguh sangat banyak persoalan rumit yang akan terselesaikan. Oleh karena itu saling pengertian dan kesadaran universal harus didorong dan dikembangkan. Perdamaian akan terwujud dengan kesadaran akan semangat persamaan sebagai "manusia" & keadilan yang jujur, benar-benar utuh & tidak memihak. Politik bukan solusi menuju perdamaian, sepanjang politik tidak dibangun atas kedamaian dalam dirinya setiap insan politik itu sendiri. Tidak ada jalan lain menuju perdamaian, kesadaran individu adalah kuncinya. Memang konservatisme tumbuh dalam setiap agama, namun hanya dengan latihan "berkesadaran" kita bisa mengembangkan kemanusiaan yang utuh. Revolusi pribadi (diri, tubuh, pikiran, jiwa) harus lebih dulu dilakukan sebelum bicara restrukturisasi kebijakan, politik dan pengabdian kepada kemanusiaan (rakyat). Perang, konflik, prasangka, kebencian, dendam, permusuhan dan segala bentuk kekerasan terhadap kemanusiaan, berawal dari persepsi yang salah dan menganggap persepsi sendiri sebagai satu-satunya kebenaran mutlak. Itu adalah sumber segala kejahatan. Oleh sebab itu, perspektif sejarah manusia, fisika, astronomi, antropologi, teologi, sosial & biologi harus dipertimbangkan secara seimbang dalam melihat setiap wujud dan setiap gagasan untuk melatih kesadaran universal dalam hubungan antara tubuh, pikiran, jiwa, dengan manusia lain, dengan tumbuhan, satwa, semua makhluk hidup, langit, bumi, lautan, udara dan seluruh isi semesta sebagai sesuatu yang satu & utuh. Saya mencari semesta di dalam perpustakaan. Semakin dalam saya menggali, semakin semakin saya mengerti kedangkalan diri saya. Semakin jauh saya berjalan, makin luas ruang dan waktu dan saya sadari pula semakin kerdil ukuran diri saya. www.perpustakaan.depkeu.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun