*Tulisan ini saya sunting sebagian dan menjadi berkurang sedikit, karena beberapa waktu setelah saya menulis status di Facebook sebagai tes ombak kemudian Kompasiana melakukan sedikit pengubahan pada tampilan. Yang sedikit saya tau, ada di bagian menu scroll atas yang berisi menu terbaru dan penyempitan tinggi boks berisi judul dan artikel*
Seingat saya, beberapa tahun sejak saya bergabung Kompasiana bertransformasi ke arah 'ramah ponsel' seiring merebaknya pengguna ponsel pintar dan semakin murahnya kuota internet (meski tidak murah banget) untuk segala macam kebutuhan termasuk jual beli. Hal ini pertama kalisepengetahuan sayamendapat perhatian dari Kompasianer Hilman Fajrian yang juga merupakan pendiri lembaga kursus online Arkademi. Jadi Kompasiana disarankan untuk mengubah tampilan tadi supaya menjangkau lebih banyak pengguna ponsel.
Namun yang membuat saya masih gatal dan merasa ada yang aneh dari tampilan FrontPage (Halaman depan jika kita mengetik kompasiana.com via Address Bar pada browser) dari tampilan antar-muka Kompasiana dibanding media online lainnya adalah penggunaan ruang. Ini mungkin tak terlalu terasa bagi pengguna browser PC/laptop/netbook l. Salah satunya yakni terlalu jauhnya margin antar boks maupun margin di dalam boks yang berisi judul artikel. Apalagi dihiasi gambar yang besar. Seberapa penting sih peran gambar pada boks daftar artikel pilihan Admin tersebut? Apakah mau menyaingi media sosial?
Dengan populasi hingga 500ribu akun lebih (beberapa tinggal nama dan tinggal tulisan), mungkin Kompasiana bisa digolongkan sebagai media sosial juga meski berbeda tujuan apalagi dilengkapi komentar, penilaian (reaksi pembaca) dan juga halaman pesan atau messaging. Namun bagaimanapun Kompasiana berusaha menjangkau ke arah sana, imej Kompasiana tetap blog keroyokan untuk semua orang. Karena Kompasiana adalah wadah tulisan artikel dan sesekali berita, maka fungsi gambar tadi selain 'hanya pemanis' mungkin juga adalah sebagai alternatif pendukung, atau ilustrasi tulisan. Dan seringnya bukan merupakan bagian utama pada sebuah artikel. Bahkan tulisan akan ditolak jika jumlah kata terhitung kurang dari batas minimal. Berbeda dengan media sosial dimana postingan dapat berupa MEME atau foto selfie atau lainnya (foto berita), maka kadang peran sebuah gambar dan foto di sana pun akan berbeda.
Kembali ke boks dan gambar tadi. Menurut saya satu boks tautan dengan gambar (dan ukuran font) sebesar itu tidak efektif, karena terkesan setengah-setengah. Kompasiana ingin dapat diakses via ponsel tapi kurang menjembatani kebutuhan para pembaca yang sekaligus pengguna ponsel. Akhirnya, karena aksesibilitas dan navigasi pengguna terbatas maka keterbacaan pun bisa berkurang. Lalu diakali dengan sistem paging pada tiap artikel. Namun teknik paging ini pun sebagian akan lenyap manakala ada tautan artikel yang dibagikan di medsos dan diklik via aplikasi medsos tadi. Setelah selesai baca, mereka pun akan kembali ke aplikasi medsos tadi. Menambah bounce rate lagi akhirnya.
Meskipun saat artikel ini ditulis dalam bentuk draft telah ada perubahan pada tinggi boks artikel, saya masih merasa boks itu masih terlalu besar. Meski, saya tidak dapat berbuat banyak karena segala keputusan ada di tangan petinggi Kompasiana. Saya hanya berpikir dari sudut pandang saya. Tapi Baiklah kita bandingkan pada 2 media online berikut sebagai referensi. Satunya merupakan induk Kompasiana, satunya lagi merupakan saudara Kompasiana karena mempunyai founder/pendiri yang sama. Satunya lagi saya ambil dari banner iklan yang muncul di sebuah situs dan tampilan antar-muka situs microblog tumblr dimana saya masih menyimpan akun di sanayang beberapa waktu lalu terblokir kominfo sehingga saya tak bisa mengaksesnya via browser umum.
*) Saya tidak bisa menambahkan keterangan pada caption gambar berikut disebabkan lebih 150 karakter: Saran saya, kurangilah keterangan di bagian bawah banner reward. Selain tidak terlalu penting dan memakan ruang, Kompasianer yang sudah dari sananya ngileran dan terkadang freebies akut sudah pasti akan meng-klik tombol 'selengkapnya' atau banner atau judul boks tersebut demi melihat detail artikel tanpa terlalu peduli dengan keterangannya. Â
Dan saya lebih berharap daftar artikel pilihan Kompasiana juga berbentuk seperti di atas itu, jadi ada beberapa artikel dalam satu tangkapan layar bukan seperti gambar terakhir pada artikel ini. Banner iklan di atas tadi juga lebih efektif karena menjual banyak judul dalam sekali tayang untuk menjaring pembaca dengan minat berbeda.Â