Nyatanya ini adalah untaian kedua yang kuurai semasa ku ada.
Aku mengagumi perangai yang sederhana darimu, yang melenggang bertelanjang kaki di bawah remangnya senja. Lama aku tak mendengarmu, kini pun tidak.
Aku tahu perihnya merenda bayangan-bayangan kaburmu karena aku jauh dalam jarak dan kalbu. Jika engkau tetap berjalan dengan tegar, bila ada doa engkau pun merasa. Karena kau jua menyentuh kuntum bunga dalam hati. Aku terjatuh jauh dan membodohi diriku sendiri kala itu, ketika aku hanya diam terpaku di tengah lugumu waktu cahayaku sedang menari-nari. Waktu dimana nyala bintang masih teraba pada ujung jari.
Kini aku sedikit layuh dari kesanggupan terbang. Bila sudi kau pun boleh menemani
Sekedar bercanda, atau mengalun berdua; menyambung utasan benang
Sedih dan senang
Tapi, entah apa yang aku bisa sulam dari bulir-derai yang terus merentang?
/2009-2011
*Pernah terpublikasi di situs lain yang kini telah ditutup, dan masuk ke album antologi puisi saya 'Nyanthing'.
Di-publish ulang di Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H