[caption caption="Pria ini berbadan kuat, tegap dan masih muda. Saya memotretnya setelah meminta uang kepada mbak karyawan laundry dan orang-orang di warung jalanan Lontar, Surabaya. Tapi ilustrasi foto ini tak ada hubungannya secara langsung dengan isi artikel saya ini"][/caption]
Â
Beberapa waktu lalu saya sempat membaca artikel yang menyebutkan potensi seorang desainer grafis. Saya tak tahu tentang latar belakang penulis tersebut dalam kesehariannya, yang sayangnya saya lupa nama penulisnya pula. Namun begitulah menurut pandangan kebanyakan orang tentang dunia desain grafis. Inilah yang membuat banyak orang berbondong masuk dan menekuni bidang ini, mirip dengan banyak orang yang sekarang menjadi jurnalis dadakan dengan membuat blog/website sendiri atau bergabung pada blog keroyokan seperti K.
Beberapa waktu lalu saya juga mendapati status sharing gambar MEME di TL FB saya dengan tema hutang-piutang. MEME tersebut menyoroti banyak hal yang tampaknya menjadi 'kebiasaan' di masyarakat akan adanya hutang dan berbagai masalah dalam pelunasannya. Misalnya tidak jarang terjadi terkait seretnya penagihan terhadap kreditur ini. Pada lembaga keuangan profesional pun biasanya malah merekrut mereka yang bertampang sangar pengisi posisi penagihan ini demi melindungi aset mereka.
Masih berkutat dengan referensi, belum lama ini saya membaca tips menjadi kartunis yang baik dan larangannya. Artikel ini adalah tulisan dari Robbi Gandamana, salah satu ilustrator yang menulis di Kompasiana. Dalam artikel tersebut sedikit disinggung tentang 'gaji' seorang kartunis dan posisinya ketika menerima suatu order. Pendapat tersebut biasanya sesuai dengan kebanyakan fakta di lapangan dan ketika berhadapan dengan klien, seringkali yang paling idealis pun sedikit banyak akan 'tunduk' oleh kemauan klien/pembuat order.
Saya mencoba merangkum ketiga hal tadi dengan pengalaman saya,
Sebelum memperoleh pekerjaan saya sekarang, saya sempat beberapa kali hinggap di sebuah perusahaan namun tak lama. Pada saat itu saya baru saja lepas dari situasi lingkungan kerja yang menjengkelkan sehingga saya tak berpikir untuk mencari lowongan pekerjaan lebih dulu. Selain setelahnya saya kemudian memulai aktif menulis di K, saya sempat mendapatkan freelance berupa rewrite lirik lagu untuk kemudian dimasukkan ke dalam nada yang digubah ulang dan lalu dinyanyikan lagi sebagai kebutuhan sosialisasi sebuah LSM. Lowongan freelance-nya sendiri tidak sengaja saya dapatkan sewaktu membaca sebuah harian terbitan Surabaya. Dalam lowongan tersebut disebutkan kebutuhan bagi mereka yang bisa menulis puisi. Alamatnya adalah Karangasem 20 Surabaya.
Akhirnya saya pun masuk menjadi pendengar lagu-lagu yang digubah liriknya tersebut. Selang beberapa waktu, saya mengerjakan juga brosur dari usaha utamanya yakni pembuatan furnitur dari besi semacam rancang dan kursi sekolah. Dari keterangan yang saya dengar, hasil akhir lagu dengan lirik teks yang baru tersebut ditujukan untuk anak-anak sekolah untuk mengingatkan kembali atas berbagai penyakit, kemunduran moral dan sejenisnya. Saya mengingat setiap pekerjaan dan saya menghitung berapa biayanya.
Tetapi, perhitungan saya meleset saat pembayaran order minta supaya disatukan setelah terkumpul beberapa buah. Lagipula, pengerjaan revisi dan sejenisnya pun malah mengganggu pekerjaan utama saya; seperti tak bisa ditunda karena biasanya saya membuat kesepakatan jika ada revisi silakan SMS atau email supaya tak mengganggu jam kerja saya. Pekerjaan terakhir ini pun terbilang termasuk tidak saya sukai karena liriknya ditujukan untuk mendukung calon tertentu pada Pilkada, dan harus 'jualan kecap' di baliknya. Meski begitu saya melakukannya seluang waktu saya, dan tak ada 'credit' nama saya pada penulisan lirik pun tak masalah bagi saya karena satu hal: saya melakukannya murni karena uang dan saya tak beroleh kepuasan apapun dari sana. Akhirnya saya pun menghentikan order darinya dan ada SMS supaya saya datang ke rumahnya untuk mengambil bayaran saya.
Saya pun tidak segera mengambil bayaran saya ini karena ada urusan lain yang perlu dikerjakan, yakni pindah tempat tinggal dan mencari tempat kost baru. Hingga terlupa atau tidak sempat sehingga setelah sekian lama tidak juga saya kunjungi.
Beberapa waktu kemudian, saya bermaksud untuk mengambil hak saya dan berkirim SMS. Ternyata ada tanggapan meski (katanya) sedikit lupa. Saya pun mengutarakan niat saya itu dan dipersilahkan datang meski yang menyambut adalah orang lain karena masih ada urusan di Jakarta. Karena saat saya mengirim nomor rekening bank pun saya tak menjumpai ada uang yang masuk.