Duhai angin, apakah kau pula memperhalus guratan wajah
Yang terpahat rupawan
Meski tak tiap hari beradu-pandang
Dan beradu-bincang
Seorang pemuja licinnya sandang
Legit kue pukis bibirnya
Lagi merekah carabikang bulu matanya Â
Memang melenggok nian mata bila sengaja
Mengecap senyuman manis kue lapis
Terantuk batu di kepalaÂ
Rasanya tiap hari aku harus memaksa makan siang
Mencicip kelembutan dawet ayu solo
Di warung mini yang punya sejumput terang bulan
Tempe bacem dan kolak santan pandanÂ
Ah, lincah juga jarimu menguleni adonan Â
Kulit pisang
Walaupun tak pernah kau sekalipun memijitku
Seperti itu
Tapi nikmatnya seperti terbayang.Â
/2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H