"It's all storytelling, you know. That's what journalism is all about." —Tom Brokaw
"Sementara tidak usah menonton berita TV daripada memaki-maki." —seorang kawan lama
Tom Brokaw adalah seorang jurnalis TV NBC dan juga penulis. Sedangkan, seorang kawan lama adalah teman kuliah penulis yang bekerja di stasiun TV pendukung Jokowi.
Lupakan kutipan pertama sebab ia sederhana dan dapat mudah dimengerti—atau jika terlalu luas maknanya dan perlu pembahasan panjang, makin lebih baik untuk dilupakan sementara. Kutipan kedua lebih menarik. Penulis maklum jika kawan ini mengarahkan status Fb-nya itu kepada berita TV seperti ditangkapnya seorang gubernur oleh KPK, kericuhan DPR, Walkout-nya fraksi Demokrat, kemenangan Pilkada tidak langsung, kemenangan koalisi pendukung Prabowo, kericuhan FPI, Perebutan pimpinan MPR dan lain sebagainya. Dia boleh jadi telah memaki-maki berita di TV pendukung Prabowo. Sulit bagi penulis membayangkan dirinya sebagai pendukung Jokowi dan TV pendukung Jokowi, memaki-maki diri sendiri, atau setidaknya bergumam dalam hati, "Oh God, No, look what I have done!"
Penulis tak berkomentar pada statusnya. Sama seperti terhadap status-status akun Fb lainnya yang politis dan ironis. Misalnya, satu saat memuji Ahok yang marah-marah, pada saat lain memaki-maki Prabowo yang marah. Atau seperti pengamat politik yang galau karena sebuah kekuatan politik—yang terdiri dari koalisi sejumlah parpol—menyapu bersih kepemimpinan di parlemen. Ironis karena sebagai pengamat politik sudah pasti memahami sekali apa itu politik. Membingungkan jika sila keempat Pancasila itu dicuil-cuil, satu saat memodernisasi istilah "perwakilan" saat lain menostalgiakan "permusyawaratan." "Bullshit!" —penulis mengutip kata-kata J.E. Sahetapy, seorang guru besar ilmu Hukum di sebuah acara televisi pendukung Prabowo.
Apa sulitnya bagi seorang jurnalis bertutur dengan mengatakan Koalisi Merah Putih? Semudah mengklik "like" di status Fb. Kecuali di hati memang marah dan galau. Bukankah lebih enak bagi seorang jurnalis menjadi seorang pencerita daripada menjadi alat propaganda politik yang ingin memaki-maki?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H