Mohon tunggu...
Kemandirian Industri
Kemandirian Industri Mohon Tunggu... -

Akun untuk saling berbagai dalam penguatan industri nasional yang mampu menyeimbangkan aspek profit, aspek masyarakat dan aspek lingkungan. Pembangunan akan merubah fungsi lingkungan. Dengan teknologi dan SOP yang baik, dampak dapat diminimalisir bahkan ditiadakan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Polemik Aliran CAT Watuputih Rembang, Percaya Jonan apa Awang?

4 April 2017   06:37 Diperbarui: 4 April 2017   21:07 1686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : FB Asrul Sani

Tahukah siapa nama-nama diatas dan dalam kaitannya apa?. Bagi publik yang mengikuti polemik pabrik Semen Rembang dan berita tentang aksi warga yang mengatasnamakan masyarakat samin ataupun kendeng, tentu dengan mudah dapat mengetahui jawabannya. Namun bagi publik yang tidak intens ataupun tidak mengikuti sama sekali melodrama hampir 3 tahun polemik pabrik Semen Rembang tentu akan kesulitan.

Ya....polemik pabrik Semen Rembang yang mestinya adalah sebuah dinamika “pro dan kontra”, “setuju maupun tidaksetuju” terhadap berdirinya sebuah industri telah menyeret begitu dalam keterlibatan lembaga-lembaga Pemerintah untuk menghabiskan energi mengurusi hal tersebut. Bahkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki seolah-olah terjebak untuk terus mengurusi polemik penolakan warga Pati terhadap berdirinya pabrik Semen Rembang dengan mengatasnamakan masyarakat kendeng.

Geologi adalah kewenangan dari Kementerian ESDM bukan Kementerian LHK

Polemik pabrik Semen Rembang memasuki babak baru atau mungkin “babak (hampir) final” dengan keputusan Pemerintah bahwa nasib Semen Indonesia akan ditentukan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Sebuah kajian yang merupakan kewenangan Kementerian LHK, namun tentunya harus melibatkan instansi terkait yang memiliki kewenangan yang lebih spesifik. Bahwa ijin investasi di BKP adalah hal yang benar, tetapi apapun investasinya jika memproduksi barang yang sudah ada SNI, maka pernyataan sesuai SNI ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian agar produk tersebut sesuai regulasi yang ada. 

Memang benar Kementerian LHK, melalui Tim KLHS yang diketuai San Afri Awang Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK telah membentuk tim yang terdiri atas para pakar. Namun para pakar tersebut tidak memiliki kewenangan legal menyatakan hal-hal terkait geologi, sebagai pakar maka mereka berpendapat yang pendapatnya bukanlah “dokumen legal”. Tidaklah dibenarkan BKPM kemudian membentuk “para pakar dibidang SNI” yang akan memberikan sertifikasi SNI bagi perusahaan yang mengajukan ijin investasi tapi membutuhkan pengakuan bahwa produk yang akan dihasilkan adalah SNI. Karena semuanya membutuhkan alat uji seperti laboratorium dan lainnya untuk menguji produk sesuai SNI ataupun tidak. Tentu saja yang lebih utama adalah “legalitas” dalam memberikan pendapat.

Cilakanya adalah dengan waktu yang pendek untuk tugas Tim KLHS, justru Kementerian LHK yang dalam hal ini diwakili San Awang Safri memotong kompas dan menyederhanakan persoalan. Dalam sebuah pernyataan yang diberikan San Awang Safri, untuk menentukan adanya aliran tanah di CAT Watuputih Rembang karena membutuhkan waktu lama dan penelitian yang komprehensif mengingat kedalaman 100 m – 200 m, maka cukup “berdasarkan indikator-indikator saja”. Bahkan informasi yang beredar akan menggunakan “hasil penelitian mahasiswa” yang pernah meneliti aliran tanah di CAT Watuputih. 

“Come on Guys”, bagaimana mungkin menentukan perempuan hamil hanya berdasarkan indikator-indikator yang nampak saja seperti “muntah-muntah setiap pagi”?. Bagaimana akurasi penelitian mahasiswa yang tentu sangat dibatasi waktu, dana dan peralatan? Bagaimana kualitas penelitian mahasiswa yang tentu harus lebih didetailkan lagi?. Berapa hasil penelitian kampus yang bisa dikomersialkan oleh industri? Semuanya membutuhkan waktu dan penelitian lanjutan yang sangat panjang dan spesifik.

Bagaimana nasib investasi Rp 5 triliun dari BUMN Semen dipertaruhkan hanya berdasarkan “indikator-indikator” dan penelitian mahasiswa? Bagaimana kerugian negara hanya akan terjadi karena “indikator-indikator dari penelitian mahasiswa saja”. Apakah San Awang Safri bekerja berdasarkan profesionalisme dan sumpah jabatan ataukah dendam pribadi terhadap industri, secara khusus Semen Indonesia?. Mengapa San Awang Safri mengatakan bahwa penelitian dari Badan Geologi Kementerian ESDM sebagaimana surat yang disampaikan Menteri Ignasius Jonan ke Kementerian LHK tidaklah menjadi acuan? Karena kewenangan KLHS ada di Kementerian LHK?.

Apakah San Awang Safri bersikap keras terhadap polemik reklamasi di Jakarta? Ataukah dia beranggapan reklamasi yang telah menyita perhatian masyarakat seluruh Indonesia dan bahkan bisa memberikan dampak pada Pilkada DKI Jakarta adalah hal yang biasa? Padahal pemberitaan di media sangat masif?. Lalu mengapa yang jauhhhh.....di Rembang seolah-olah menjadi hal yang luar biasa bagi San Awang Safri?.

Ignasius Jonan vs San Awang Safri

Siapakah mereka, apakah prestasi yang telah ada, seberapa besar publik memberikan kepercayaan atas kinerja dan kiprah mereka?. Memang tidak fair meletakkan fungsi kementerian pada sosok individu. Namun pada kasus KLHS di CAT Watupuhi Rembang, kedua sosok tersebutlah yang paling menonjol. Maaf Bu Siti Nurbaya, meskipun anda adalah Menteri LHK, namun dalam konteks KLHS San Awang Safri jauh lebih powerfull dibandingkan Bu Menteri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun