Salah satu milestone industri tertua yang dimiliki Indonesia adalah industri semen. Sebagai industri dasar, semen akan selalu dibutuhkan dalam membangun perekonomian. Industri ini akan terus ada, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara, pertumbuhan jumlah penduduk dan tingkat kemakmuran. Itulah mengapa Belanda saat masih menjajah Indonesia di tahun 1910 membangun pabrik semen di Indarung, yang saat ini kita kenal dengan nama PT Semen Padang. Membangun suatu negara, tidak lepas dari membangun infrastruktur fisik dan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, yang tentu saja sangat membutuhkan semen.Â
Bahkan industri jamu yang diidentikan dengan industri jamu nyonya mener dengan tagline "Berdiri Sejak 1919" sebagai industri berbudaya Indonesia masih kalah dengan industri semen dari sisi pioner industri di Indonesia. Selain itu, setelah berdiri sejak 1919, Nyonya Mener sudah tidak kuat bertahan ditengah persaingan industri di Indonesia dan sedang proses dijual ke pihak lain. Â
Jika dihitung sejak dibangunnya pabrik semen oleh Belanda di tahun 1910 berarti saat ini sudah 107 tahun pabrik semen ada di Indonesia. Atau jika dihitung sejak dibangunnya pabrik semen pertama kali sejak Indonesia merdeka yaitu PT Semen Gresik di tahun 1957 maka sudah 60 tahun Indonesia memiliki pabrik semen. Bermunculannya pabrik semen baru seperti Semen Merah Putih, Semen Conch, Semen Garuda dan lainnya, tentu saja pabrik tersebut karena pemilik sahamnya adalah investor asing, maka pada umumnya dibangun secara turn key project.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pabrik semen milik BUMN dimasa lampau dibangun secara "turn key project". Namun, para engineer Indonesia memiliki semangat untuk terus belajar dan kelak berharap dapat mandiri. Hal ini sejalan dengan industri semen yang diawal berdirinya adalah industri dalam negeri.Â
Meskipun sejak krisis moneter tahun 1998 satu persatu industri dalam negeri dibeli perusahaan semen asing seperti Indocement yang dibeli oleh HeidelbergCement Jerman, Semen Cibinong dan Semen Nusantara yang dibeli Holcim Swiss. Setelah itu investasi industri semen di Indonesia dikuasai oleh asing, dengan bermunculannya pemain baru seperti Semen Merah Putih (Singapura), Semen Garuda (Taiwan), Semen Jawa (Thailand), Semen Conch (China), Semen Serang (China), Semen Jakarta (China) dll.
Upaya membangun kompetensi dindustri semen, dimasa jayanya Asosiasi Semen Indonesia (ASI) diawal tahun 1980an mendirikan Institut Semen dan Beton Indonesia (ISBI) yang menjadi wadah untuk meningkatkan kompetensi insan persemenan di Indonesia. Namun seiring menguatnya kepemilikan dan dominasi semen asing di Indonesia, perlahan namun pasti ISBI tinggallah namanya. Konon beberapa instrukturnya malah ditarik menjadi karyawan beberapa semen asing di Indonesia. Hal yang wajar, mengingat kompetensi yang tinggi dan penguasaan teknologi persemenan akan sangat membantu penetrasi pasar semen asing di Indonesia.
Proyek Swakelola, Langkah Awal Membangun Kemandirian Industri
Ada yang menarik melihat sepak terjang industri semen di Indonesia, karena mulai terpolarisasi antara yang "full" bergantung dengan teknologi asing dan yang "perlahan" mulai melepaskan ketergantungan dari teknologi asing. Ini nampak dari pola pembangunan industri semen dan pola produk dari setiap industri semen.Â
Dari sisi pola pembangunan/proyek industri semen adalah jika menggunakan sistem "Turn Key Project" maka sudah pasti industri semen tersebut mengandalkan perusahaan lain untuk membangunnya (perusahaan EPC) dan kemudian perusahaan EPC tersebut akan berafiliasi pada salah satu teknologi dan main equipment sement. Sedangkan pola Swakelola adalah pelaksanaan proyek pembangunan pabrik semen yang dikelola sendiri oleh industri yang membangun proyek tersebut, sehingga berperan sebagai EPC untuk menentukan design, jenis peralatan dan supplier/kontraktor yang terlibat.
Proyek swakelola industri semen hanya terjadi di BUMN dalam grup Semen Gresik sekarang bernama Semen Indonesia. Sejak awal tahun 1990an pembangunan pabrik baru sudah "mengarah ke swakelola". Pelaksanaan full 100% swakelola dilakukan sejak pembangunan pabrik Semen Tuban IV, pabrik Semen Tonasa V, pabrik Semen Indarung VI dan pabrik Semen Rembang.
Jika membaca buku Road To Semen Indonesia : Transformasi Korporasi Mengubah Konflik Menjadi. Kekuatan, maka nampak tahapan membangun kemandirian teknologi yang dirintis oleh Dirut Semen Indonesia saat itu Dwi Soetjipto. Dilanjutkan dengan fase memperkuat kemampuan engineering melalui Center of Research dan Center of Technology. Pendirian Universitas Internasional Semen Indonesia dan membangun Dynamic Learning adalah fase memperkuat kapasitas organisasi dan SDM uuntuk melangkah menuju penguasaan teknologi menuju terwujudnya Teknologi Made in Indonesia.