Sikap melanggar hukum saat pabriknya masih beroperasi, dapat diduga saat pabrik berhenti beroperasi karena kehabisan bahan baku, maka ribuan hektar lahan bekas tambang (kapur dan tanah liat) akan ditinggalkan begitu saja, menciptakan kerusakan lingkungan yang besar. Lembeknya sikap LSM dan aparat terhadap aksi kotor perusahaan semen asing diatas dapat dibayangkan dampak negatif bagi generasi penerus warga negara Indonesia dimasa mendatang.
Nasib buruk justru menimpa PT Semen Indonesia, BUMN semen milik Pemerintah yang saat ini menguasai pasar di dalam negeri. Sebagai BUMN justru Semen Indonesia yang sudah menyelesaikan pembangunan pabrik di Rembang  dan memenuhi 35 perijinan yang ada dan bahkan menerapkan teknologi paling ramah lingkungan di Indonesia dan memenuhi standar emisi debu Eropa justru keberadaannya dipersulit. Tidak hanya oleh LSM yang terafilasi dengan asing yang dipimpin Gunretno warga Pati. Beberapa pejabat negara turut mempersulit pabrik Semen Rembang tersebut. Terlihat unsur politis lebih mengental, takut dengan basis suara pada pemilu dan pilkada di kabupaten yang padat penduduk tersebut, maka kepentingan negara dikorbankan.
Angin kematian bagi Semen Rembang malah ditiupkan dari lingkaran dekat Presiden Jokowi, berupa keberpihakan Lembaga Kepala Staf Kepresidenan yang memberi ruang bagi LSM JMPPK asal Pati yang getol menolak pabrik Semen Rembang. Dominasi Lembaga KSP oleh para mantan penggiat LSM telah menjadi pedang yang lebih banyak mengarah ke kepentingan nasional di industri semen. Ditambah tidak digubrisnya penelitian Badan Geologi Kementerian ESDM tentang Rekomendasi di CAT Watuputih tidak ada aliran air yang diabaikan oleh Ketua Tim KLHS Kementerian LHK San Awang Afri dengan tetap melarang Semen Rembang menambang di Rembang sampai terbit keputusan final.
Bahkan pada penghargaan dari Kementerian ESDM tentang kelola lingkungan 2017, Semen Indonesia adalah satu-satunya perusahaan semen di Indonesia yang meraih penghargaan tersebut. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H