Mohon tunggu...
Kemal Nouval
Kemal Nouval Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Kriminologi Universitas Indonesia

Setiap orang berhak mempunyai wadah untuk bercerita dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Ilmu Forensik dalam Mengidentifikasi Jasad Korban Bencana Alam

15 Desember 2021   12:00 Diperbarui: 15 Desember 2021   12:06 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap negara nampaknya tidak dapat terhindar sepenuhnya dari bencana alam. Termasuk Indonesia, negara yang notabene cukup sering mengalami bencana alam. Sepanjang 2021 saja, BNPB mencatat sekitar 2500 bencana alam terjadi di bumi pertiwi. Mulai dari banjir bandang di Kalimantan Selatan, tanah longsor di Sumedang, gempa bumi di Sulawesi Barat, dan yang terbaru, erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur. Korban jiwa pun berjatuhan. Dalam kasus tertentu, evakuasi korban bencana alam dapat menjadi sangat rumit. Misalnya, korban dapat sulit ditemukan karena kondisi tanah yang luluh lantah akibat bencana longsor dan gempa. Atau, ketika ditemukan, kondisi korban sudah dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan tidak teridentifikasi. Dalam situasi yang demikian, maka diperlukan kontribusi ahli forensik untuk turut serta membantu proses identifikasi korban bencana alam. Ahli forensik dapat dilibatkan secara langsung turun ke lokasi bencana untuk mengoleksi bukti-bukti itu sendiri, atau menganalisis objek yang diserahkan oleh pihak berwenang kepada mereka melalui uji laboratorium.

Perlu diketahui sebelumnya bahwa secara umum, forensik adalah ilmu yang mengungkap suatu peristiwa berdasarkan analisis atau penelitian terhadap bukti-bukti yang didapatkan & dikumpulkan dari suatu peristiwa. Forensik tidak terbatas pada satu bidang saja, apalagi hanya dianggap ilmu bedah-membedah mayat, melainkan meliputi berbagai bidang dari sosial humaniora, sains & teknologi, serta bahasa/lingusitik. Misalnya, linguistik forensik untuk menilai penggunaan bahasa/tulisan dalam suatu perkara, psikiatri forensik yang berhubungan dengan masalah kesehatan mental, keadilan, dan pemasyarakatan, serta antropologi forensik yang dapat menganalisis tulang-belulang manusia atau tubuh yang tidak teridentifikasi untuk menyelesaikan kasus. Atas dasar itu, ilmu forensik dapat diimplementasikan dalam berbagai situasi, seperti dalam mengungkap kejahatan, kekerasan seksual, bencana alam, dan bencana kemanusiaan.

Dalam artikel ini, penulis menitikberatkan pembahasannya pada implementasi ilmu forensik dalam bencana alam. Kita mungkin sering mendengar istilah-istilah medis dan investigasi seperti tes DNA, sidik jari, dan otopsi. Namun, jarang dari kita memahami proses, tujuan, dan saat yang tepat untuk melakukannya. Misalnya, pemeriksaan DNA dilakukan oleh ilmu kedokteran patologi forensik untuk mengidentifikasi jasad korban meninggal bencana alam. Pemeriksaan itu bertujuan untuk menentukan identitas orang tersebut dan hubungan kekeluargaannya melalui sampel DNA seperti darah, agar selanjutnya dapat didata oleh BNPB. Pemeriksaan DNA bersifat akurat, mudah, dan cepat. Hanya perlu sedikit sampel DNA sekitar 100 pg -- 10 ng, dengan mesin PCR, sampel tersebut dapat diamplifikasi sebanyak jutaan kali. Namun, pemeriksaan DNA tidak serta merta dilakukan begitu saja. Dalam prosedurnya (Primary identifier), identifikasi diurutkan secara prioritas mulai dari sidik jari, pemeriksaan gigi, baru kemudian pemeriksaan DNA. Artinya, pemeriksaan DNA baru dapat dilakukan jika kondisi korban tidak lagi memungkinkan untuk dilakukan sidik jari dan pemeriksaan gigi.

Selanjutnya, ada odontologi, ilmu yang mampu mengidentifikasi seseorang, estimasi usia, cedera bekas gigitan, dan sejenisnya melalui bukti gigi atau bekas gigitan yang ditemukan. Hal-hal tersebut diketahui dengan, contohnya melihat perkembangan proses erupsi gigi pada seseorang. Penting untuk menemukan kerangka gigi korban untuk selanjutnya diidentifikasi dan didata oleh BNPB, jika sidik jari tidak dimungkinkan. Metode ini cukup familiar dalam mengidentifikasi korban bencana alam, termasuk di Indonesia. Contohnya, tsunami & gempa Palu 2018, tsunami Selat Sunda 2018, dan banjir Sentani 2019.

Dua bidang di atas merupakan salah dua dari sekian banyak disiplin ilmu forensik yang dapat dimanfaatkan untuk pengidentifikasian korban bencana alam. Masih banyak lagi disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk pengidentifikasian korban bencana, kecelakaan, atau pengungkapan kasus kejahatan. Akhir kata, ilmu forensik bagaikan ilmu universal yang dibutuhkan oleh berbagai institusi dan juga membutuhkan berbagai akademisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun