Mohon tunggu...
Kely Sahara
Kely Sahara Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perpustakaan Terbesar di Asia Tenggara, Untuk Apa?

16 April 2016   08:39 Diperbarui: 16 April 2016   09:02 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perpustakaan merupakan sumber pengetahuan dan informasi. Ketika rencana pembangunan sebuah perpustakaan menjadi polemik karena mencapai nilai yang fantastis. Padahal, minat membaca di Indonesia masih rendah. Lalu, untuk apa membangun perpustakaan terbesar di Asia Tenggara?

DPR RI berencana membangun sebuah perpustakaan baru yang kabarnya akan menjadi perpustakaan terbesar di Asia tenggara. Perpustakaan ini digadang-gadang mampu menampung hingga 600.000 buku. Mengalahkan National Library of Singapore sebagai perpustakaan terbesar di Asia Tenggara saat ini. National Library of Singapore kini hanya bisa menampung 500.000 buku.


Tidak ada yang salah dengan rencana ini, namun anggaran yang dicanangkan untuk membangunnya patut dipertanyakan. Perpustakaan baru ini akan dibangun menggunakan anggaran yang telah ditetapkan dalam APBN 2016 bersamaan dengan anggaran mega proyek pembangunan gedung baru DPR sebesar Rp 570 miliar.


Padahal dengan jumlah dana yang sama, kita bisa membangun hingga 1.000 perpustakaan di pelosok dan perbatasan Indonesia. Ini bisa jadi lebih berguna dari pada memperbarui perpustakaan DPR RI. Perpustakaan di pelosok negeri lebih bermanfaat untuk menumpas buta huruf dan menjadi jendela dunia bagi anak-anak generasi penerus bangsa.


Kenyataannya, menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), jumlah buta aksara di Indonesia hingga akhir 2014 mencapai 5,97 juta jiwa. Jumlah ini berarti mencapai 3,7 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.


Masih ada enam provinsi dan 25 kabupaten/kota yang masih memiliki angka buta aksara yang tinggi. Provinsi Papua adalah provinsi yang memiliki angka buta huruf tertinggi di Indonesia. Angka buta aksara di sana mencapai 28,61 persen dari jumlah penduduknya. Sedangkan provinsi yang memiliki angka melek huruf tertinggi di Indonesia adalah Provinsi D. I. Yogyakarta yang kita kenal sebagai kota pelajar.


Pemerintah sebenarnya bukan tanpa usaha dalam mengentaskan masalah ini. Berbagai program telah dicanangkan untuk menumpas angka buta huruf di Indonesia. Salah satu programnya adalah gerakan Indonesia membaca. Namun sekali lagi, program ini terhambat karena minimnya sarana dan prasarana pendidikan di pelosok-pelosok dan perbatasan Indonesia.


Sungguh miris bagaimana penduduk di pelosok dan perbatasan dibiarkan pendidikannya terbengkalai, sementara para "wakil rakyat"nya menikmati fasilitas tiada tara. Padahal, semua warga negara dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia telah dikatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Sayang, teori hanya tinggal teori.
Rencana pembanguunan perpustakaan yang akan menjadi perpustakaan nasional ini mestinya dikaji ulang. Dari segi penggunaan, saat ini perpustakaan konvensional sudah mulai ditinggalkan masyarakat. Terbukti dengan makin sedikitnya jumlah pengunjung perpustakaan. Kemudahan penggunakan teknologi informasi melalui jaringan internet yang terdapat dalam genggaman tangan lebih digandrungi. Hal ini karena dianggap lebih praktis, mudah dijangkau, dan lebih cepat. Konsep buku elektronik juga merupakan solusi yang dianggap lebih memudahkan.
Jumlah dana yang dikucurkan untuk mega proyek ini tidak sedikit. Beberapa pihak terkait rencana ini terlihat begitu menggebu-gebu mendorong pelaksanaan pembangunannya. Dikhawatirkan nantinya akan muncul perspektif negatif dan kecurigaan dari publik terhadap figur yang bersangkutan. Potensi korupsi sudah tentu bermunculan melihat nilai anggaran yang fantastis. Bukan tidak mungkin, anggaran yang ada disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang berusaha mengambil keuntungan pribadi.

Kely Sahara (2013610002)
Mahasiswi IISIP Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun