Gembar-gembor Indonesia Emas 2045 yang diperkirakan akan terjadi bertepatan dengan satu abad kemerdekaan terus digaungkan sebagian besar manusia Indonesia. Proyeksinya sungguh menawan seperti menempati lima besar negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar, tingkat harapan hidup mencapai 76 tahun, pendapatan per kapita naik menjadi 27 juta rupiah per bulan, dan mengubah status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju.Â
Target-target tersebut hampir sepenuhnya diserahkan kepada para pemuda yang saat ini sedang berada di bangku sekolahan atau pun yang baru memulai karir profesionalnya. Hal tersebut wajar mengingat mereka yang saat ini berusia kisaran 10-30 tahun pada 2045 nanti akan berada pada usia emasnya masing-masing.
Pertanyaan menggelitik kemudian muncul: apakah pancasila dijadikan lokomotif dalam menggerakkan gerbong Indonesia Emas 2045? Atau barangkali lokomotifnya hanya sebatas semangat juang ekonomi? Untuk saat ini, kebanyakan orang selalu membicarakan mengenai nawacita Indonesia 2045, mulai dari konsep hingga cara untuk menggapainya. Dari sekian banyak pembicaraan mengenai Indonesia Emas 2045, saya menyadari satu hal bahwa lema pancasila hampir-hampir tak pernah diikutkan di dalamya.Â
Pancasila seakan hilang dalam hingar-bingar 2045. Dan sayangnya tak ada niatan untuk mencari kembali sesuatu yang hilang tersebut. Terkadang, terbesit dalam pikiran saya bahwa pancasila sebenarnya bukan hilang, akan tetapi memang tidak pernah benar-benar eksis di bumi Indonesia ini. Buat apa juga mengikutkan sesuatu yang tidak ada (baca: pancasila) ke dalam sebuah tujuan Indonesia Emas 2045.Â
Dalam pandangan saya, pancasila di era sekarang hanya hadir dalam bentuk ornamen garuda emas yang biasanya ada di dinding kelas-kelas kita. Selebihnya hanyalah omong kosong elite yang menggunakannya untuk tujuan memperoleh kekuasaan. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tampak sebagai sebuah pedoman gaib yang orang-orang tidak ingin merasakan keberadaannya, lebih-lebih mengaktualisasikannya. Lima sila yang "katanya" mewakili nilai-nilai fundamental seperti nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan dipandang sebagai angin lalu yang tak perlu diresapi di dalam benak setiap manusia Indonesia (tentunya, saya termasuk di dalamnya).Â
Tanpa Pancasila, jadilah sebagaimana yang tampak pada visi dan misi Indonesia 2045 yang lebih mengedepankan tujuan ekonomi ketimbang tujuan moral dan sosial masyarakatnya.Â
Bagi saya, penting untuk menyeimbangkan porsi cita-cita ekonomi dan sosial. Sebab, absennya pancasila di dalam kereta Indonesia 2045 akan mengantarkan kita ke zaman ketika kemandirian tak lagi mengenal tuhan (sila ke-1), kekuatan yang tak lagi berperikemanusiaan (sila ke-2), kepandaian yang mendegradasikan persatuan (sila ke-3), persekutuan yang nihil akan nilai-nilai permusyawatan (sila ke-4), dan kemakmuran yang tak lagi berkeadilan (sila ke-5).
Ujungnya, kita akan menjadi negara maju yang tidak mengenali dirinya sendiri. Sebab, founding fathers mengatakan bahwa seluruh orientasi pribadi bangsa ada di dalam batang tubuh pancasila.
Kereta Indonesia Emas 2045 akan berjalan tanpa destinasi yang pasti. Sayangnya kita semua telah membeli tiket untuk menaiki kereta tersebut dan kereta tersebut telah sejak lama diberangkatkan dari stasiun nasional bernama peradaban.
Mau tak mau pilihannya adalah menambah lokomotif baru bernama pancasila sebagai penggerak tambahan kereta kita sekaligus penentu destinasi yang pasti, yakni kemajuan yang disertai nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan sosial.
Sudah saatnya kita merakit bersama-sama lokomotif baru kita bernama pancasila itu sebagai penunjang lokomotif lama. Setiap orang kini harus diwajibkan mencari onderdil-onderdil dari lokomotif pancasila. Untungnya, onderdil tersebut harganya sangat murah apabila tidak boleh dikatakan gratis. Jadi, apa yang kita tunggu?Â