Mohon tunggu...
kelvin ramadhan
kelvin ramadhan Mohon Tunggu... Freelancer - Sleepy man

Kaum burjois jogja | Bertekad minimal sekali sebulan menulis di sini | Low-battery human| Email : Kelvinramadhan1712@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kembang Kempis Budaya Diskusi

13 Oktober 2019   14:17 Diperbarui: 13 Oktober 2019   17:00 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi budaya diskusi (Sumber: www.finerminds.com)

Patut disadari bahwa hal-hal besar akan tercipta akibat adanya budaya diskusi yang melekat pada sebuah masyarakat. Bangsa Yunani kuno adalah salah satu contohnya. Bagaimana seseorang manusia Yunani kuno memikirkan segala sesuatunya dengan bantuan manusia-manusia lainnya dalam wadah bernama diskusi. 

Dari yang awalnya rakyat biasa yang memulai hingga sampailah pada telinga elit-elit polis Yunani. Dan sebagaimana sejarah mencatat bahwa Bangsa Yunani dikenal sebagai bangsa yang suka berdiskusi dengan sosok-sosok seperti Phythagoras, Socrates, Plato, Aristoteles, dan Democritus sebagai pentolannya.

Teringat juga kata salah satu dosen saya bahwa manusia Jepang adalah manusia yang paling suka untuk diajak berdiskusi, dimulai dari toko ramen hingga sampailah ke parlemen. Hal itu yang membuat mahasiswa asing ketika berada di Jepang akan sedikit menjauhi mahasiswa Jepang apabila kepalanya kosong akan sebuah materi. Dan jadilah Jepang sebagaimana kita kenal seperti sekarang.

Sejarah juga mencatat, kaum terpelajar Indonesia zaman Hindia Belanda sangat lekat dengan budaya diskusi. Pelajar pribumi dari H.B.S hingga Stovia berkumpul tiap malamnya untuk mendiskusikan ide Indonesia merdeka. 

Mereka mengejar ide tersebut hingga ke negeri Belanda. Menggugat tiap-tiap insan Belanda dengan argumen yang didapat dari forum diskusi kecil tanah airnya.

Kita juga bisa menggapai capaian Jepang, Yunani kuno, dan kaum pribumi terpelajar Hindia Belanda, asalkan ikutilah cara-cara mereka dalam membudayakan diskusi dari lingkaran sosial terkecilnya sekalipun. Apalagi kita tak akan kesulitan untuk mendiskusikan sesuatu karena telah ada 250 juta otak manusia yang menunggu untuk bertukar pikiran dengan kita. 

Tinggal kitanya sendiri, bisakah membuat suasana diskusi itu menjadi sebegitu murah serta menyenangkan tanpa ada kesepanengan sedikitpun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun