Dewasa ini, Indonesia dihadapkan dengan berbagai hal di sekitar kita. Hadirnya Virus Corona  yang belum kunjung usai, berbagai kejadian bencana alam, hingga tren-tren yang menjamur di tengah masyarakat.Â
Berbagai tren mulai dari gaya berpakaian, tren candaan, tren minuman dan makanan, hingga yang paling marak saat ini adalah tren bahasa. Kini kita tidak asing mendengar kata 'Bahasa Jaksel' yang merupakan pemahaman dari kosakata yang kerap kali disebutkan berasal dari selatan kota Jakarta, entah benarkah asalnya dari sana atau bukan.Â
Sehari-hari kita mendengar seseorang berbicara dengan bahasa Indonesia saja, sudah pasti sangat biasa. Mendengar orang lain berbicara dengan bahasa Inggris juga sudah biasa.Â
Tren ini berisikan penggabungan kata menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris menjadi sebuah kalimat. Sudahkah terbayang bagaimana bentuknya? Berikut sedikit contoh bahasa Jaksel tersebut:
Selain menggabungkan dua bahasa menjadi sebuah kalimat (seperti contoh diatas), rupanya tren bahasa Jaksel juga memberikan makna baru dalam beberapa kata atau kegiatan seseorang.Â
Kosakata -- kosakata yang awalnya menggunakan bahasa Indonesia, diubah menjadi bahasa Inggris dengan makna yang baru. Berikut beberapa kosakata bahasa Jaksel yang kerap kali digunakan anak muda saat ini:
Â
Menanggapi fenomena ini, sisi lain pikiran saya pun mulai bermain-main: mungkinkah hal ini menjadi ancaman bagi generasi muda? Ataukah hal ini lumrah karena sekedar candaan?Â
Namun saya pun kembali bertanya kepada diri saya sendiri, apakah cukup pantas bahasa nasional dicampur adukkan dengan bahasa asing? Atau saya yang terlalu kolot dengan diri sendiri? Begitu banyak pertanyaan muncul menghadapi kreativitas teman-teman muda belakangan ini melalui fenomena bahasa Jaksel yang terus meluas.
Nyatanya, sejauh ini fenomena bahasa Jaksel dirasa belum cukup dianggap sebagai ancaman bagi bahasa nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Bernadette Kushartanti, seorang Pakar Linguistik asal Universitas Indonesia.Â
Disampaikan Bernadette, fenomena bahasa Jaksel merupakan hasil risiko kontak bahasa yang kita jumpai sehari hari. Lanjutnya, pakar linguistik ini berpesan bahwa guru atau tenaga pendidik memiliki peran dalam menuntun para remaja sejak di bangku sekolah.Â