Mohon tunggu...
keluarga musyawir
keluarga musyawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Honorer

Mengabadikan perjalanan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Awal Perjalan Keluarga

29 November 2022   19:54 Diperbarui: 30 November 2022   13:48 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Menikah adalah salah satu keputusan yang aku ambil secara sadar setelah berkali-kali tidak jadi dan pertimbangan yang panjang. Itu baru soal menikah, belum lagi menikah dengan orang jauh, beda pulau, cerita drama yang panjang. Aku dan Awir adalah teman cerita, sejak pertama sekali bertemu di Lalong tahun 2017, ia teman asik untuk ngobrol. Obrolan pertama kami tentang sejarah dan kopi. Selanjutnya, malam nonton bareng film wiji tukul, awir meminta nomor handphone dan komunikasi kami timbul tenggelam, seolah satu sama lain hanya pelarian ketika bosan dan kurang kerjaan. Hingga 2020 belum ada pembicaraan serius tentang pernikahan, 2021 mulai menyinggung ke arah serius menikah. Yah, seperti biasanya aku, aku mengirimkan nomor ayah dan mamak, jika dia serius silahkan komunikasi dilanjutkan dengan ayah dan mamak.

2021 maret, aku sakit kepala parah lalu terkena bells palsy, bolak balik rumah sakit hingga awal September. Ada banyak pertimbangan dan aku pribadi merasa tidak bisa menikah dalam waktu dekat. Namun, sepanjang September aku berdoa dan meminta pada Tuhan supaya ditunjukkan siapa yang harus ku nikahi. Pasalnya, orang rumah, tetangga dan teman, memperkenalkan laki-laki ini dan itu. Ada dua orang yang bertanya juga pada orangtua namun belum tahap lamaran. Ibu adalah yang paling bersikeras agar aku segera mengambil keputusan. Pada akhirnya, komunikasi pertama antara awir dan ayah adalah itikat baik yang lahir dari komitmen bahwa ia akan serius.

September, aku masih banyak sekali agenda yang harus dituntaskan karena beberapa pekerjaan tertunda akibat sakit. Namun, waktu itu pada akhirnya aku memberanikan diri untuk membuka komunikasi dengan Umi, ibunya Awir. Aku meminta Umi, untuk bertanya pada awir apakah ia benar serius, sebab ada banyak orang yang menunggu keputusan itu. Aku ingat, waktu itu awir sedang sibuk dengan agendanya dipekerjaan, sampai ia mengirimiku pesan, seharusnya aku tidak mengajukan permintaan sedemikian itu pada Umi.

Aku percaya bahwa semesta selalu punya cara terbaik untuk semua hal, dan september ditengah kesibukan akhirnya lamaran terwujud, meskipun via online. Awir dengan berani menyerahkan uang mahar melalui transfer untuk membeli mahar tentu saja, ia percaya padaku.

 Namun, keluargaku masih keukeh jika ia tidak datang pada waktu yang sudah ditentukan maka tidak ada tindakan apapun untuk pernikahan ini. Umi, paling gigih dari semua orang. Bertanya apakah sudah foto, pengurusan berkas dan lain sebagainya. 

Lima belas hari sebelum pernikahan, akhirnya semua berkas rampung dan dapat sedikit omelan kenapa terburu-buru pada persiapannya dan kenapa harus secepat itu, padahal orang jauh yang harusnya persiapan lebih matang dan lama. Waktu itu, aku hanya berdoa semoga Allah membantu kami yang ingin menyegerakan niat baik tersebut.

5 Oktober 2021

"Kamu tidak gugup mau bertemu dengan orang ganteng kayak aku?" Tanyanya melalui telepon ketika akan berangkat ke Aceh Barat Daya dari Banda Aceh.

"Haruskah?"

Sebelumya, banyak keluarga meragukan. Namun, ketika dia singgah ke rumah Cek Man (adik bungsu Ayah) lalu Makcek Nila memberikan testimoni tentang Awir ini, serta merta banyak yang mendukung positif. Begitu Awir menginjakkan kaki di Aceh Barar Daya, tanggal pernikahan ditentukan, Undangan dicetak. Untungnya punya adik yang jago desain, Juanda mendesain undangan lalu Cek Man, dengan kekuatan kenalannya, mengirimkan soft file dan langsung jadi. Esoknya, Mamak dan Ayah segera sibuk menyebarkan undangan.

"Katanya Nita mau nikah, tapi kok macam tidak ada persiapan ya" Komen tetangga

Begitu Awir sampai, semuanya sibuk. Aku tidak kalah sibuk, mencarikan make up artis, fotografer, mengundang teman-teman, mengurus izin dipekerjaan dan qadarullah ternyata berkas CPNS lulus dan ikut tes di Banda Aceh pada tanggal 11 Oktober, empat hari sebelum menikah.

Begitu Awir datang, aku terusir dari rumah sebab katanya tabu bila calon pengantin tinggal serumah, takut terjadi hal yang tidak inginkan. Kalau kata awir "Kita ini seperti kucing rumahan yang sudah pasti diberi makan pada waktunya tapi masih mencuri ikan dari tudung saji karena tidak sabar dengan waktunya." Blas! semua Allah mengampuni mata penuh cinta yang belum halal saat menatap sebelum akad.

Begitu berangkat untuk tes CPNS, dan tidak lulus. Dua hari sebelum akad nikah aku baru pulang ke Aceh Barat Daya. Entahlah, temanku bilang aku terlalu santai dengan segala hal. Waktu itu perasaanku sesungguhnya adalah aku tidak ingin pulang, tidak ingin menikah, mau lari saja. Aku juga tidak paham kenapa perasaan semacam itu bisa ada dalam fikiranku. Yang paling mengoda adalah seseorang yang aku suka mengirimi aku teks bahwa ia juga menyukaiku, ah terlambat. Bagi seorang wanita, kepastian adalah nomor satu, tegas terhadap itu. Bagi aku, sekali berkomitmen dengan seorang pria maka tidak ada kesempatan untuk yang lain. Tapi, entah kenapa menjelang akad nikah rasanya aku rapuh sekali. Belum lagi komentar orang-orang tentang "menikah dengan orang jauh".

Awir menguatkan aku, memberi nasehat namun tidak memaksa untuk melanjutkan pernikahan atau membatalkannya. 

Orang bilang, cinta bisa ditumbuhkan setelah menikah. Aku berniat membuktikan hal itu. Katanya, setidaknya kita punya kriteria untuk orang yang kita nikahi minimal memenuhi 3 dari 5 kriteria itu, maka jangan ragu untuk melanjutkan. Sebetulnya, Awir masuk hampir 80% dari kriteria yang kubuat. Singkat cerita, aku pulang dan kami bersiap untuk menunggu waktu pernikahan. Sehari sebelum akad, kami melaksanakan Khatam Quran Online, yang doanya langsung dipimpin oleh Umi. Khatam Quran ini merupakan salah satu adat di Gorontalo bagi muslim sebelum akad nikah, biasanya dibacakan setengah Juz atau satu Juz lalu diiringi dengan shalawat, calon pengantin menyemprotkan minyak wangi kepada tamu yang ikut dalam acara akad nikah tersebut. 

Hari H, 15 Oktober 2021

Aku dan Awir terpisah rumah, begitu aku kembali dari Banda Aceh, Awir diungsikan ke rumah Mami. Pukul lima setelah shalat subuh, aku berangkat ke rumah Marza, untuk make up. Oh ya, pada akhirnya aku make up pada temen MTsNku dulu, Fotografer Bang Jufri, kakak angkatan yang sejak pertemuan pertama waktu aku masih kelas dua belas SMA, kukira amat menyenangkan bila berteman dengannya. Kembali ke cerita, make up selesai pukul 7 kurang dan aku diantar pulang oleh Marza ke rumah. 

img-20211015-wa0011-6386fcb43f3c1a24a67c0e52.jpg
img-20211015-wa0011-6386fcb43f3c1a24a67c0e52.jpg
Awir dan rombongan sudah berangkat, jadwal nikah memang jam 10.00 wib namun kata petugas KUA, siapapun yang datang lebih dulu akan dinikahkan. Kami akan menikah di KUA Susoh, yang lagi-lagi ketika itu dipermudahkan tanpa ada rintangan yang berarti. Aku dan rombongan belum berangkat karena ada acara pesunting sebelum berangkat dan menunggu pak geucik serta tertua adat di kampung. Duh, bencana apalagi ini. Belum lagi, bulu mata palsu membuatku ingin menangis sepanjang waktu.

Akhirnya, Pak Keucik datang dan kami berangkat begitu juga dengan rombongan. Bahkan rombongan dari kampung juga ikut datang. Syukurnya, akad nikah berjalan lancar dan ayah yang gugup bukan awir, aneh sekali. Pada akhirnya, kami harus buru-buru keluar dari KUA karena ada antrian nikah beberapa pasangan dan hari itu jumat. Setelah sah, foto sana sini. Ngobrol dengan teman yang datang, tanpa sadar keluarga sudah pulang semua. Mobil yang membawa kami juga sudah pulang bahkan dalam keadaan kosong. Satu mobil yang tersisa ternyata juga penuh, dan katanya ada lagi mobil di belakang. Jadilah kami menunggu, ternyata juga penuh. Semua rombongan sudah pulang dan kami tertinggal.

Di rumah, keluarga dan tetua menunggu karena ada prosesi pesijuk setelah menikah. Namun pengantin tidak kunjung datang sebab tertinggal mobil hahaha. Bang Yasri, menawarkan untuk pulang naik mobil Tagana, sebab waktu itu Ali, Resti, adik-adikku ikut menemani, namun Yahgoh tidak setuju. Akhirnya, Yahgoh (Adik ayah) menjemput kami kembali. Setelah sampai di rumah prosesi dapat dilaksanakan. 

Aku fikir, aku akan punya foto epic untuk pernikahan seperti orang-orang namun aku salah hahaha. Selesai acara doa, aku malah tumbang. Magku kambuh karena tidak makan dari pagi. Akhirnya aku harus beristirahat, waktu jumat juga sudah masuk dan kami baru mengambil foto jam tiga siang, belum lama foto ternyata azan berkumandang dan semua orang tidak diizinkan berfoto lagi. Begitulah pada akhirnya foto epic after wedding tinggal kenangan hahaha.Namun, tetap bersyukur ada beberapa foto yang cukup keren untuk dipajang. Begitulah, perjalanan ini dimulai.

Drama tentu belum berakhir, adat segala adat dilakoni hingga resepsi. Waktu resepsi, karena awir tidak punya keluarga yang datang keluarga kampung dan makan bersama di sana. Hal ini juga menjadi perbincangan tetangga, namun kami tidak ambil pusing. Hal menarik lainnya adalah selama acara resepsi tidak ada musik, semua orang sibuk pada persiapan sehingga lupa soundsystem. Sebetulnya aku malah bersyukur karena setiap orang bisa mengobrol dengan jelas tanpa harus diselingi musik.

Menurutku, perjalanan pernikahan itu jika memang sudah ditakdirkan pasti dipermudahkan dan doa-doa yang dipanjatkan seumpama "Tuhan, biarkan resepsi ini tanpa musik" atau hal sederhana lainnya, jika serius pasti Tuhan akan mendengarkan. Namun, akad nikah dan resepsi adalah awal dari perjalanan rumah tangga, makanya mohon doa restu untuk perjalanan panjang dan ibadah seumur hidup, semoga sehidup, sesurga, Aamin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun