Menikah adalah salah satu keputusan yang aku ambil secara sadar setelah berkali-kali tidak jadi dan pertimbangan yang panjang. Itu baru soal menikah, belum lagi menikah dengan orang jauh, beda pulau, cerita drama yang panjang. Aku dan Awir adalah teman cerita, sejak pertama sekali bertemu di Lalong tahun 2017, ia teman asik untuk ngobrol. Obrolan pertama kami tentang sejarah dan kopi. Selanjutnya, malam nonton bareng film wiji tukul, awir meminta nomor handphone dan komunikasi kami timbul tenggelam, seolah satu sama lain hanya pelarian ketika bosan dan kurang kerjaan. Hingga 2020 belum ada pembicaraan serius tentang pernikahan, 2021 mulai menyinggung ke arah serius menikah. Yah, seperti biasanya aku, aku mengirimkan nomor ayah dan mamak, jika dia serius silahkan komunikasi dilanjutkan dengan ayah dan mamak.
2021 maret, aku sakit kepala parah lalu terkena bells palsy, bolak balik rumah sakit hingga awal September. Ada banyak pertimbangan dan aku pribadi merasa tidak bisa menikah dalam waktu dekat. Namun, sepanjang September aku berdoa dan meminta pada Tuhan supaya ditunjukkan siapa yang harus ku nikahi. Pasalnya, orang rumah, tetangga dan teman, memperkenalkan laki-laki ini dan itu. Ada dua orang yang bertanya juga pada orangtua namun belum tahap lamaran. Ibu adalah yang paling bersikeras agar aku segera mengambil keputusan. Pada akhirnya, komunikasi pertama antara awir dan ayah adalah itikat baik yang lahir dari komitmen bahwa ia akan serius.
September, aku masih banyak sekali agenda yang harus dituntaskan karena beberapa pekerjaan tertunda akibat sakit. Namun, waktu itu pada akhirnya aku memberanikan diri untuk membuka komunikasi dengan Umi, ibunya Awir. Aku meminta Umi, untuk bertanya pada awir apakah ia benar serius, sebab ada banyak orang yang menunggu keputusan itu. Aku ingat, waktu itu awir sedang sibuk dengan agendanya dipekerjaan, sampai ia mengirimiku pesan, seharusnya aku tidak mengajukan permintaan sedemikian itu pada Umi.
Aku percaya bahwa semesta selalu punya cara terbaik untuk semua hal, dan september ditengah kesibukan akhirnya lamaran terwujud, meskipun via online. Awir dengan berani menyerahkan uang mahar melalui transfer untuk membeli mahar tentu saja, ia percaya padaku.
 Namun, keluargaku masih keukeh jika ia tidak datang pada waktu yang sudah ditentukan maka tidak ada tindakan apapun untuk pernikahan ini. Umi, paling gigih dari semua orang. Bertanya apakah sudah foto, pengurusan berkas dan lain sebagainya.Â
Lima belas hari sebelum pernikahan, akhirnya semua berkas rampung dan dapat sedikit omelan kenapa terburu-buru pada persiapannya dan kenapa harus secepat itu, padahal orang jauh yang harusnya persiapan lebih matang dan lama. Waktu itu, aku hanya berdoa semoga Allah membantu kami yang ingin menyegerakan niat baik tersebut.
5 Oktober 2021
"Kamu tidak gugup mau bertemu dengan orang ganteng kayak aku?" Tanyanya melalui telepon ketika akan berangkat ke Aceh Barat Daya dari Banda Aceh.
"Haruskah?"