[caption id="attachment_313174" align="aligncenter" width="300" caption="Sambutan dari pihak keluarga KH. Ishomullah Muchtar (Dok. Pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_313175" align="aligncenter" width="300" caption="Shalat Jenazah Alm. KH. Ishomullah Muchtar (Dok. Pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_313178" align="aligncenter" width="300" caption="Jenazah setelah disholatkan, Wakil Walikota Bekasi Ust. H. Ahmad Syaikhu, selaku mewakili pemerintah memberikan sambutannya (Dok. Pribadi)"][/caption] Ketika kemarin takziah dan mengikuti shalat jenazah almarhum KH. Ishomullah Muchtar di Masjid An-Nuur Komplek Pesantren An-Nuur Kampung Kaliabang Nangka Kelurahan Perwira Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi, kami sempat sempat salah dugaan saat Wakil Walikota Bekasi H. Ahmad Syaikhu yang mewakili Pemerintah Kota Bekasi memberikan sambutan. Beiau sedikit salah menyebutkan telah terbujur dihadapan kita telah seorang yang shaleh yaitu Aminullah lalu kemudian dikoreksi menjadi benar yakni Ishomullah. Kami juga sebelumnya salah duga meskipun berbeda dengan dua nama yang disebut oleh Wakil Walikota tadi yang kami kira adalah yang meninggal adalah Ishomuddin. Maka ketika kami mendengarkan dan setelah selesai mendengarkan sambutan Pak Ahmad Syaikhu tersebut lalu kami bertanya kepada jamaah, "Maaf pak yang meninggal itu KH. Ishomullah atau KH. Ishomuddin?" , spontan saja jamaah tadi menjawab "KH. Ishomullah bang" katanya sambil melanjutkan cerita, "Yah memang sering tertukar nama masyarakat disini juga antar kiayi yang ada". Menurutnya pernah suatu saat ada yang mau kondangan salah alamat karena tidak jeli melihat nama yang tertulis di undangannya. Menurut infomasi dari orangtua (mertua) kami yang kebetulan tidak jauh dari komplek Pesantren An-Nuur, yang terletak di jalan KH. Muchtar Thabrani, almarhum KH. Aminulla Muchtar, alm. KH. Aminuddin Muchtar, dan alm. KH. Ishomullah Muchtar adalah 4 saudara kandung yang terlahir dari keluarga KH. Muchtar Thabrani. Keempatnya memang tinggal bedekatan tidak jauh dari Komplek Pesantren An-Nuur, yang membina pendidikan dari mulai RA, MI, MTs, MA sampai pendidikan islam lainnya. Sedangkan KH. Ishomuddin yang mana beliau mengelola pendidikan khusus berupa Sekolah Islam Terpadu mulai TKIT, SDIT, SMPIT sampai SMAIT adalah satu-satunya Kiyai yang masih ada di daerah tersebut. Bersyukur kita masih diberikan kesempatan untuk menggali ilmu dari beliau, saat kemarin kami tanyakan kepada kolega disana katanya beliau sedang melaksanakan Umroh di Tanah Suci Makkah. Sebagi orang yang terlahir dari sejak kecil hingga remaja di keluarga Nahdhiyyin (Sumedang) sampai dengan memasuki pemuda kami dibesarkan di keluarga paman kami di Jakarta Timur tepatnya di Prumnas Klender yang dekat dengan lingkungan Muhammadiyah (Komplek SMP-SMA Muhammadiyah dan Kampus UHAMKA) sangat menaruh dengan keempat kiyai tersebut. Meskipun saat pemuda itu kami tinggal lingkungan komplek Muhammadiyah tapi kami sekolah di Madrasah Aliyah Al-Falah dekat Klender Lama. Sedangkan ketika kecil di Sumedang kami tinggal juga tidak jauh dari Pesantren  yaitu Pesantren At-Taufiq Cikuya Desa Cibogo Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Sambil menjadi santri kalong kami sekolah di SD umum yaitu SDN (Inpres) Ciduging Desa Taruna Jaya, lalu tingkat SMP nya kami sekolah di Madrasah Tsanawiyah (MTs) GUPPI Cibogo. Jadi sudah dekat dan melekat dalam diri kami tradisi nahdhiyyin meskipun masa remaja, pemuda dan selanjutnya kami berinteraksi juga dengan kalangan modernis terutama dari saudara kita di Muhammadiyah. Makanya ketika kami ditaarufkan oleh murobbi kami dengan seorang akhwat selaku calon istri nanti, kami sangat senang melihat alamatnya yaitu di Jl. KH. Muchtar Thabrani (meskipun saat itu kami belum mengenal siapa KH. Muchtar Thabrani). Ketika taaruf pertama kami dilakukan di rumah murobbi di Perum Permata Kali Abang Tengah, tanpa banyak berfikir dan syarat kami menyetujui permohonan murobbi kami tersebut. Dan ternyata Alhamdulillah kehidupan keluargan kami langgeng sampai sekarang ini. Sejak itulah kami mempelajari kehidupan, karya, dan kerja KH. Muchtar Thabrani sehingga pemerintah sampai rela menjadikan nama jalan yang berada di depan Kelurahan Perwira dan Kantor Kecamatan Bekasi Utara. Kembali kepada cerita keluarga  KH. Muchtar Thabrani, karena kelebihan kami adalah rajin silaturahmi termasuk kepada para Kiyai, maka kami saat ini sudah mulai mengenal siapa sebenarnya KH. Muchtar Thabrani, menurut informasi dari yang kami peroleh dari Pemirsa Kolega dan Sahabat silaturahim yang insya Allah dipercaya, KH. Muchtar Thabrani adalah tenam seangkatan atau seleting KH. Noor Ali (Pahlawan Nasional asal Ujung Harapan Bekasi, Pimpinan Pesantren At-Taqwa yang bergelar Singa Karawang Bekasi) beliau menimba ilmu di Makkah sampai beliau menjadi guru dan syaikh disana, bahkan akhirnya beliau wafat disana. Saya bertanya kepada mereka, Apa yang berbeda antara KH. Muchtar Thabrani dengan KH. Noor Ali ? jawabannya kata mereka tidak ada yang berbeda, tetapi kalau memang harus ada yang berbeda itu hanyalah waktu, tempat dan cara berjuangnya saja. KH. Muchtar Thabrani beliau banyak waktunya untuk belajar dan berdakwah tempatnya disana (Makkah) sedangkan KH. Noor Ali beliau segera pulang ke tanah air untuk berjuang melawan penjajah, membebaskan negeri dari hegemoni, konpirasi, tipu daya dan kedzaliman dari penjajah atau para pemimpin penghianat bangsa, yang rela megabdi untuk kepentingan penjajah. Semoga dengan telah berpulangnya ketiga kiyai kondang di Kampung Nangka tadi menjadikan pelajaran bagi kita semuanya bahwa dalam kehidupan ini benar-benar harus dimanfaatkan waktu, tenaga, dan potensi yang ada untuk perjuangan mulia, perjuangan agama, dan perjuangan dakwah islam rahmatan lil'alamin. Nanti Allah, Rosul dan Orang-orang yang beriman akan menilai kerja dan kinerja kita semuanya, apakah ikhlas karena Allah, atau karena adanya pamrih dari manusia atau yang lainnya. Pernah menjelang Pemilu 1999 ketika kami silaturahim ke rumah KH. Ishomullah beliau bercerita tentang kehidupan, keislaman dan studinya di Mesir sampai akhirnya beliau ketemu dengan DR. Daud Rasyid saat itu sebagi salah seorang pendiri Partai Keadilan (PK). Pelajaran selanjutnya adalah agar tercipta kehidupan yang harmoni, bahagia dan sejahtera maka di masyarakat kita harus ada 3 wali atau wakil. pertama harus ada Wakil Allah atau Waliyulllah, yang kedua adalah Wakil Pemerintah atau Waliyulamri, sebagai pemimpin formal di masyarakat ini, dan yang ketiga adalah Wakil Rakyat atau Waliyulummah, sebagi pembawa aspirasi umat, rakyat dan bangsa di kancah perpolitikan lokal, nasional maupun internasional. Jika hal itu ada di dalam masyarakat kita maka insya Allah negeri yang aman sentausa baldatun thoyyibatun warobbun ghofur akan segera kita wujudkan, sebagaimanan kata sambutan dari Wakil Walikota. Inilah Video Nasehat KH. Ishomuddin Muchtar MA, selaku penerus perjuangan Alm. KH. Muchtar Thabrani serta ketiga anaknya yang merupakan kiyai kharismatik. Kiyai  Ishomuddin tampak ketika kami undang ke penyematan sertifikat hafalan Quran di TPA dan RUMAH QUR'AN yang kami bina : http://www.youtube.com/watch?v=edkN0handQw Beliau menyatakan kepada para peserta ta'ziyah dan kepada keluarga besar KH. Muchtar Thabrani dan kepada hadirin yang ada bahwa jika ada cita-cita almarhum yang belum tercapai maka menjadi tugas dan kewajiban kita semuanya untuk merealisasikannya, juga terutama KH. Ishomuddin Muchtar yang alhamdulillah masih Allah panjangkan umurnya. Selamat jalan KH. Muchtar Thabrani, KH. Aminullah Muchtar, KH. Aminuddin Muchtar, KH. Ishomullah Muchtar semoga Allah SWT menempatkannya pada tempat yang mulia yakni di dalam Jannah-Nya, Allahummaghfir lahum, warhamhum, wa'afihim, wa'fu anhum. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. [DM]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H