Tito Karnavian merupakan seorang Kapolri, sehingga menjadi tangan kanan presiden dalam hal keamanan presiden. Namun di sisi lain walaupun dia seorang kapolri dia adalah “prajurit” presiden. Ketika Presiden mengangkat Tito menjadi kapolri, bisa jadi Tito Karnavian dijadikan senjata, bagaimana hal itu dapat memberi keamanan versinya Jokowi. Setelah itu karena dia seorang prajurit, bisa jadi dikorbankan atas kepentingan yang “memiliki” dia. Kekuasaan yang modelnya hak prerogatif presiden itu ada “harganya”. Tito memiliki keuntungan diangkat menjadi seorang kapolri, Jokowi memperoleh keuntungan karena Tito melancarkan apa yang menjadi visinya Jokowi. Sehingga disini terjadi “transaksi politik”. Maka ketika apa yang dikerjakan kapolri berbeda dengan keinginan presiden, hal ini bisa mengakibatkan jabatan kapolri akan dicopot dari tito karnavian. Bisa jadi, Tito Karnavian tidak ingin kehilangan puncak tertingginya dia, karena puncak tertinggi seorang polisi adalah menjadi kapolri. Artinya hal tersebut menjadi pilihan dia, apakah akan mengikuti kemauan presiden sebagai pemimpinnya? atau dia akan melawan?
Sikap yang ditampilkan Tito Karnavian di depan publik dalam menanggapi aksi bela islam berbeda dengan panglima TNI, Gatot Nurmantyo, yang juga dapat dikatakan sebagai tangan kanan presiden. Tetapi secara pola pikir, Gatot Nurmantyo lebih matang. Artinya Gatot Nurmantyo bersikap netral. Meskipun dia tangan kanan presiden, dia bersifat tidak menyerang aksi bela islam. Begitupun dalam hal pernyataan- pernyataan yang dikeluarkannya. Tito Karnavian mengatakan di depan publik ini adalah upaya makar dari umat islam, sedangkan Gatot Nurmantyo mengatakan “saya menjamin umat muslim tidak akan pernah melakukan upaya makar. Karena Indonesia ini yang memperjuangkan umat islam, yaitu para kyai, para ulama, dan para santri. Kemudian yang mendirikan Indonesia ini adalah umat islam juga.” Dan Gatot Nurmantyo juga mengatakan dalam acara televisi di Kompas TV, Kamis (4/5) juga mengatakan “Itu tidak mungkin, buktinya aksi 411 dan aksi 212 damai, aman dan tertib. Ini kan berita hoax saja yang menyampaikan seperti itu. Sehingga menakut-nakuti kita semuanya. Jangan takut karena Indonesua tidak bisa ditakut-takuti, karena kita adalah kumpulan manusia yang berjiwa satria dan patriot.”
Gatot Nurmantyo mengambil dua sudut pandang. Dia adalah seorang tangan kanan presiden yang mengikuti kemauannya, namun di sisi lain pernyataan-pernyataannya memposisikan dirinya sebagai umat islam. Berbeda dengan Tito Karnavian, yang walaupun umat islam dan juga sebagai seorang tangan kanan presiden, tapi Tito Karnavian lebih banyak mengikuti presiden dengan bahasa penerjemahan yang kurang baik. Jika Tito bisa mengolah kata dan peryataan, sehingga tidak sekontroversi yang sekarang, mungkin umat islam tidak akan “gedeg” dengannya.
- Ditulis oleh kelompok 5-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H