Oktober 2024, Seorang pria bernama Sentanu (41) warga Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, menembak pemuda bernama Juan (24) menggunakan airsoft gun. Kejadian penembakan itu disinyalir dipicu oleh perselisihan dan dendam. Pelaku berhasil ditangkap dan diamankan di Polsek Simalungun. (Sumber: Detik.com)
Selain di Simalungun, insiden penembakan menggunakan airsoft juga terjadi di Bogor, Juli 2024. Seorang pencuri membobol minimarket di Klapanunggal, Bogor, dan sempat menembakkan airsoft gun ke arah warga yang memergoki aksinya, mengakibatkan satu orang terluka ringan.
Di Bantul, September 2024, terjadi dua insiden penembakan di Kapanewon Bantul, DI Yogyakarta. Pelaku diduga menggunakan airsoft gun, menyebabkan kerusakan pada kaca mobil dan jendela rumah warga.
Kejadian penembakan juga terjadi di Surabaya, Mei 2024. Polisi menangkap tiga tersangka yang terlibat dalam penembakan di empat lokasi di Surabaya. Dari para tersangka, disita lima pucuk airsoft gun yang digunakan dalam aksi tersebut.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan adanya penyalahgunaan airsoft gun yang menjurus kriminal. Di Indonesia, meskipun airsoft gun bukan senjata api, penggunaannya seharusnya tetap diatur oleh hukum dan memerlukan izin khusus.
Analisis motif
Penyalahgunaan airsoft gun dalam berbagai tindak kriminal bisa dianalisis dari beberapa perspektif psikologis, termasuk motif pelaku, faktor lingkungan, dan pengaruh sosial. Berikut beberapa kemungkinan analisis psikologis berdasarkan kasus-kasus yang terjadi:
1. Agresi dan Impulsivitas
Beberapa pelaku mungkin memiliki kecenderungan agresif yang dipicu oleh kemarahan atau konflik pribadi. Dalam kasus di Simalungun, misalnya, pelaku menembak seseorang setelah terjadi perselisihan. Ini menunjukkan bahwa airsoft gun menjadi alat untuk melampiaskan agresi, terutama bagi individu yang memiliki kontrol emosi yang buruk atau tinggi impulsivitas.
2. Ilusi Kekuasaan dan Dominasi
Airsoft gun menyerupai senjata api asli, sehingga beberapa pelaku mungkin merasa lebih berkuasa saat memilikinya. Ini bisa berkaitan dengan kompensasi psikologis, di mana seseorang yang merasa inferior atau kurang percaya diri menggunakan senjata untuk meningkatkan rasa kontrol dan dominasi atas orang lain.