Hari Guru bukan sekadar perayaan penuh seremoni dan pujian sesaat. Ini adalah momen untuk merenung, untuk bertanya pada diri: sudahkah kita, sebagai guru, benar-benar menjadi cahaya bagi generasi muda? Sudahkah makna dari keberadaan kita terasa hingga menyentuh hati setiap anak didik, menjadikan mereka pribadi yang lebih baik?
Bukan selebrasi  tanpa isi, bukan uforia tanpa asa. Hari Guru adalah tentang aksi nyata tentang bagaimana seorang guru tetap hadir, menjadi penuntun, menjadi penguat, dan menjadi penyemai harapan, meskipun di tengah tantangan yang kian berat.
Guru, sering kali, adalah sosok yang dipandang sebelah mata. Ketika anak gagal, guru yang pertama disalahkan. Ketika ada masalah, guru yang menjadi sasaran. Namun, di tengah segala cela dan caci, guru tetap berdiri. Tabah menghadapi, kuat menanggung, tanpa pernah berhenti memberikan yang terbaik.
Karena menjadi guru bukan sekadar profesi; ini adalah panggilan hati. Sebuah perjalanan panjang yang penuh pengorbanan, di mana balasannya tidak selalu dalam bentuk materi, tetapi dalam senyuman anak-anak yang suatu hari berkata, "Terima kasih, Bu. Terima kasih, Pak. Karena Bapak dan Ibu, saya bisa seperti sekarang."
Guru adalah pelita yang tak pernah padam, meski angin badai datang silih berganti. Sebab seorang guru tahu, tugasnya bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk melahirkan cahaya dalam kehidupan yang lain. Dan itulah sejatinya makna Hari Guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H