Berbagai ancaman sudah diprediksi akan menghadang laju perekonomian global, mulai dari adanya inflasi, resesi, hingga yang paling ditakutkan yaitu stagflasi. Ketiga ancaman yang masih membayang-bayangi masyarakat global ini seakan-akan membuat prospek pertumbuhan ekonomi menjadi terlihat sangat suram. Presiden World Bank, David Malpass, mengatakan bahwa di masa yang akan datang, ada sebuah tantangan berupa badai ekonomi mematikan yang dapat menghancurkan puluhan tahun hasil pembangunan ekonomi.
Lalu apa sih Stagflasi itu?
Stagflasi adalah kombinasi "maut" dimana kondisi inflasi dan kontraksi terjadi secara bersamaan. Inflasi melonjak, sedangkan pertumbuhan ekonomi menurun dan angka pengangguran meningkat. Biasanya, stagflasi terjadi saat resesi ekonomi terjadi di suatu negara. Efek dari stagnan dan inflasi sama-sama memiliki dampak yang buruk bagi perekonomian dan masyarakat, namun stagflasi memiliki efek yang lebih parah lagi.
Bank Dunia mengatakan dalam laporan World Economic Outlook pada awal bulan Juni lalu bahwa risiko stagflasi telah meningkat di tengah perlambatan ekonomi. Karena kerusakan ganda yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, ditambah invasi Rusia ke Ukraina akan meningkatkan risiko perlambatan ekonomi global, membawa dunia ke periode pertumbuhan ekonomi yang melambat dan inflasi yang tinggi, kata laporan itu. Peningkatan risiko stagflasi akan berdampak paling besar pada masyarakat di negara berpenghasilan rendah dan menengah dibandingkan dengan negara maju. Ekonomi global diperkirakan akan melambat menjadi hanya 2,9% dari 5,7% pada tahun 2021, jauh di bawah perkiraan Bank Dunia pada bulan Januari. Menurut perhitungan mereka, dampak gabungan dari pandemi dan agresi Rusia telah mendorong tingkat pendapatan per kapita di negara-negara berkembang 5% di bawah tingkat pra-pandemi.
Bagaimana Bila Terjadi di Indonesia
Dari dua kondisi kombinasi mematikan stagflasi, Indonesia masih dianggap beruntung. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara Indonesia adalah 3,69% year-on-year (yoy) tahun lalu, jauh di atas negara disekitarnya, dan diperkirakan akan tumbuh menjadi 5,2% tahun ini. Tetapi risiko inflasi yang lebih tinggi menjadi terlihat jelas setelah Biro Statistik Nasional melaporkan bahwa indeks harga konsumen bulanan mencapai 1,17% pada bulan September, level tertinggi sejak Desember 2014. Secara tahunan, Pada 5,95%, itu sangat tinggi. Â Apakah Indonesia berisiko mengalami stagflasi atau tidak, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan jika ancaman muncul dalam skala global dan berdampak atau terjadi di Indonesia.
Lalu bagaimana jika stagflasi ini benar-benar terjadi di Indonesia? Berikut adalah langkah yang dapat diambil untuk mengantisipasi adanya stagflasi
1. Uang Tunai Adalah Prioritas
Prioritas pertama anda adalah memiliki uang tunai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar (primer). Ini sangatlah penting, selama fase stagflasi, biaya hidup meningkat sementara menjadi sulit bagi bisnis, terutama usaha kecil, untuk mendapatkan penghasilan dari gaji dan keuntungan. Memprioritaskan pengeluaran anda adalah langkah yang juga sangat penting agar anda tidak "mogok" di tengah perjalanan. Sangat disarankan untuk menjual aset yang less-liquid seperti real estate sebelum harganya hancur total, atau tidak ada pembeli sama sekali.
2. Investasi Aset Jangka Pendek
Meskipun situasi sedang sulit, investasi diperlukan untuk mempertahankan nilai uang yang terkikis oleh inflasi. Namun, disarankan untuk menginvestasikan dana anda dalam investasi jangka pendek yang likuid seperti: bunga deposito dengan suku bunga yang lebih tinggi karena kebijakan moneter yang lebih ketat, reksa dana pasar uang, dan surat perbendaharaan negara.