Toko buku bekas tidak pernah gagal membuat orang-orang tertentu terkesan dengan estetikanya yang khas. Baunya, teksturnya, warnanya, suasananya... Ada banyak alasan untuk keluar-masuk toko  dengan membawa buku bekas baru. Tentunya, itu hanya berlaku untukkutu buku dan sekutunya. Bagi orang-orang seperti Takako, buku hanyalah buku. Tidak ada yang istimewa.Perspektifnya berubah ketika dia pindah ke lantai dua Toko Buku Morisaki. Izinkan saya menjelaskan kepada mereka yang penasaran: Takako tidak suka membantu di toko buku. Tapi, apa yang bisa dia lakukan? Bagi seseorang yang baru saja mengalami patah hati, mengundurkan diri dari perusahaan, dan kehabisan uang, Toko Buku Morisaki sepertinya bukan pilihan yang buruk.
Toko Buku Morisaki adalah warisan keluarga yang didirikan oleh kakek buyutnya. Pamannya, Satoru, mewarisi warisan tersebut demi ambisi yang hanya diketahuinya seorang diri. Satoru, pamannya yang unik (jika tidak sedikit aneh), dengan sepenuh hati mengoperasikan toko tanpa masa depan tersebut. Awalnya Takako tidak membayangkan konsep menjalankan bisnis yang (hampir) bersifat nirlaba itu. Namun, seiring berjalannya waktu, dia akhirnya mengerti.
Kisah ini dengan indah menggambarkan berbagai perasaan yang diakui oleh sebagian besar dari kita. Kekosongan, pengkhianatan, kesedihan... Â Buku ini mengajak kita untuk menikmati, merenungkan, dan menyikapi dengan bijak setiap masalah yang kita rasakan. Terkadang di kemudian hari, mungkin kita bisa menertawakan dan bercanda tentang problematika tempo lalu.
Namun tanpa adanya rekonsiliasi dengan permasalahan itu sendiri, permasalahan tetap akan menjadi permasalahan.
Membaca buku ini, saya seperti dibawa ke Jepang dan menikmati setiap jengkal Toko Buku Morisaki. Bayangan ruangan yang penuh dengan aroma dan visual yang unik tanpa disadari membuat saya ingin membangun toko buku bekas sendiri.
Masing-masing karakternya memberikan kesan yang besar bagi saya. Terutama Momoko, istri Satoru yang meninggalkannya selama 5 tahun lalu tiba-tiba kembali. Para karakter mempunyai rasa sakit mereka sendiri, namun mereka dengan indah menerima dan menghadapinya.
Bagi saya sendiri, saya kurang puas dengan resolusi Momoko-Satoru. Saya pikir, ada bagian yang hilang tentang mereka. Ending-nya ada, tetapi resolusinya belum jelas bagi saya.
Namun, bagi Anda yang ingin melepaskan diri dari kehidupan yang padat, melelahkan, dan menyiksa menuju semilir angin musim semi yang menyegarkan, buku ini sangat cocok untuk Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H