Mohon tunggu...
Kelana Pikiran
Kelana Pikiran Mohon Tunggu... karyawan swasta -

seorang pekerja yg sejauh ini selalu membawa uang halal utk keluarga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gelora SBY: Apanya yang Menggelora dari Seorang SBY?

23 September 2011   23:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:41 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bulan september ini kembali rakyat indonesia di suguhi lelucon tidak lucu. Berawal dari pemikiran Ketua KONI Sumsel, Muddai Madang yg merasa provinsinya diberi kehormatan untuk menyelenggarakan SEA GAMES XVII, dia bermaksud menamai komplek olahraga jakabaring palembang dengan nama "Gelora SBY". Dengan sigap usul itu dinaikkan lagi oleh Taufik Kiemas. Rakyat seperti menonton adegan seekor babi menjilati pantat seekor kerbau.

Jilat-menjilat seperti itu sebenarnya cukup jamak ketika era soeharto, ketika puncak gunung dan hutanpun dinamai sesuai namanya. Namun, ketika seluruh rakyat indonesia memandang itu sebagai kejijikan masa lalu,nampaknya otak Taufik Kiemas dan Muddai Madang seperti terlambat beberapa tahun.

Jika ditinjau dari perpaduan kata, jelas terlihat bahwa kata "gelora" dan kata "SBY" bukanlah kata yang saling "berteman". Kata "gelora" menampakkan makna tentang semangat yang menyala dan berapi-api. Sedangkan kata "SBY" identik dengan lamban, ragu-ragu dan minim tindakan. Kata "gelora" cocok jika disandingkan dengan kata "Bung Karno", tetapi sangat tidak padu jika disandingkan dengan kata "SBY". Bahkan Pramono Anung memandang bahwa kata "gelora" lebih padu jika disandingkan dengan kata "luna maya", jadilah "gelora luna maya". Saya yakin pembaca secara leksikal lebih setuju dengan Pramono Anung, begitupun saya. Secara logika luna maya lebih "menggelora" dibanding SBY, walaupun dalam konteks yang sedikit berbeda.

Lalu dimana posisi SBY?

Kita tidak tahu, yang pasti Menpora sudah jelas enggan menanggapi isu seperti itu. Dalam hal ini penulis agak setuju dengan Menpora. Menanggapi usul edan seperti itu adalah sangat kontraproduktif. Diam adalah yang terbaik, kalau banyak yang mendukung, yaaa...lumayanlah,pencitraan gratis. Kalau banyak yang menolak, toh saya juga ga ikut-ikut. Mungkin demikian pemikiran SBY dan Menpora.

Tapi yang pasti, kita semua tidak suka dengan yang namanya pengkultusan. Jadi cukup untuk yang sudah mati sajalah kita memberi nama jalan, gedung, dan landmark-landmark. Kalau Taufik Kiemas dan Muddai Madang masih ngotot untuk menamai komplek olahraga jakabaring, silahkan dimatikan dulu SBY. Ups.....!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun