Mohon tunggu...
Kita/
Kita/ Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Semua orang pasti punya keresahan. Pasti punya masalah. Kita bisa berbagi apapun untuk selesaikan itu. Kita disini mau berbagi banyak hal lewat tulisan, foto, dan video.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bahasa Daerah di Pangkuan Peraturan Bahasa Kompasiana : #KompasKita3

15 Februari 2016   17:51 Diperbarui: 18 Juli 2016   10:06 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kampung Halaman"][/caption]

Burung seharusnya berkicau bukan mengembek

Indonesia dulunya negara agraris
Saya ga bisa mempertahankannya
Banyak anak belajar bahasa inggris
Tapi ga tau bahasa daerahnya

Halo Mas dan Mbak Bro

Kampung halamanmu dimana dan tau ga bahasa daerahmu?

Anjing menggonggong, ular mendesis, dan alay update status ga jelas. Begitulah kodratnya. Seiring perkembangan teknologi anjing sudah bisa akrobat, ular jadi model dikebun binatang, dan banyak alay yang sudah sadar akan dosa masa lalunya. Hehehe.

Begitupun manusia pada umumnya, berkembang. Handphone memangkas jarak untuk ngobrol antar benua. Kamera membuka lobang sebesar monitor atas apa yang terjadi dibelahan dunia lain. Transportasi bisa membawa siapapun untuk keliling dunia hanya dalam hitungan hari. Ga seperti dulu cerita dari kakek yang bilang, kalau mau ke kota lain butuh waktu jam untuk berjalan kaki.

Dalam perkembangan bahasa transportasi berperan sangat penting. Bahasa Belanda dan Jepang bisa dipelajari di Indonesia sejak zaman penjajahan. Mereka berlayar melewati lautan. Setelah kemerdekaan banyak terjadi perpindahan dengan bantuan transportasi. Urbanisasi, transmigrasi, dan migrasi terjadi di Indonesia. Orang Aceh bisa hidup di Papua, orang Ambon bisa kerja di Jakarta, orang Batak bisa kuliah di Jawa, dan orang Indonesia bisa berjalan-jalan keluar negeri.

Proses perpindahan tersebut membawa perubahan besar dalam hal bahasa. Pertama, orang asli daerah yang awalnya hanya mengerti bahasa daerahnya. Keadaan mendorong mereka untuk belajar bahasa Indonesia agar bisa berkomunikasi dengan orang yang berbeda suku dan budaya. Kedua, setelah mengerti bahasa Indonesia tanpa disadari dua bahasa sudah dikuasainya. Ketiga, untuk menjalin hubungan yang semakin baik dengan temen berbeda suku. Orang aceh bejalar bahasa Papua, orang Ambon belajar bahasa betawi, dan orang batak sinau (baca: belajar) bahasa Jawa. Hubungan yag harmonis terjalin dengan baik. Sampai akhirnya tanpa disadari kita merasa perbedaan sudah hilang. Itu satu hal penting yang harus dipertahankan. Sayangnya poin penting selanjutnya ikut “terlupakan”. Waktu membuat banyak orang terlelap. Budaya dan bahasa daerah asalnya ga diajarkan keketurunanannya selanjutnya. Banyak temen yang sudah tinggal di kota ga tau bahasa daerahnya.

Budaya kampung halaman adalah pondasi untuk internasionalisasi. Budaya asal kita adalah identitas kita. Itu yang membuat kita unik.

“Semua rumah bentuknya sama dengan lantai dibawah dan atap diatasnya. Tapi tanah dimana rumah itu berdiri itu yang membedakan tanah airnya. Disitulah kampung halamannya.”

Dalam proses menulis ini juga kita Kompasiner pada khususnya dan penulis pada umumnya perlu sadari. Bahasa dalam buah tangan kita cuma yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Saya belum pernah membaca tulisan blog didunia maya atau koran dan buku yang berbahasa daerah. Kalau pun ada itu adalah buku pelajaran bahasa daerah yang memang karena”diwajibkan” dalam kurikulum sekolah “dulu”. Belum ada passion seseorang yang pernah saya temukan dalam bentuk karya dalam bahasa daerah.

Berita baiknya atas uraian masalah diatas adalah Kompasiana ga mengatur mengenai pemakaian bahasa dalam tulisan. “Mereka” hanya fokus dalam “pemakaian bahasa” agar tidak bersinggungan dengan SARA dan diskriminasi. Untuk siapapun yang suka berteriak lewat tulisan di blog tentu ga ada peraturan yang membatasi. Jadi “kita” perlu melakukan suatu langkah kecil untuk perubahan besar.

Indonesia terbentuk atas rangkaian pulau yang didiami oleh ribuan suku. Tanah yang yang bersuara daerah dan dihiasi ornamen budaya. Kita punya rambut keriting kita punya rambut ikal. Kita punya kulit hitam kita punya kulit putih. Afrika cuma punya satu. Cina cuma punya satu. Amerika punya kedua karena masuknya negara asing. Kita punya suku asli. Kita perlu belajar jadi Indonesia lagi. Untuk itu kita, kamu, dia, mereka, kalian, dan “siapapun” yang mengaku Indonesia untuk menjadikan hari senin sebagai hari berbahasa daerah dalam tulisan, perkataan. #seninberbahasadaerah

Semoga berguna

Senang bisa berbagi dengan kalian.

Jangan sampai anak muda risih
Memakai bahasa daerah dudunia ini
Bahasa batak mauliate terima kasih
Cukup sekian saya buat tulisan ini

Kertanegara, Semarang
13:11 WIB 15 Januari 2016
2016/02/15/6-8
Tulisan Kita

Kalau ada pertanyaan atau hal-hal yang mau didiskusikan silahkan memberikan komentar dibawah.
Terimakasih

Tentang Kita
Twitter : keKITAan_
Facebook : Tentang Kita
Instagram : kekitaan_
Youtube : Kita/
Website : kekitaan.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun