“Ndri, aku akan bercerai dari Mas Dani,” kata Sinta pada sahabatnya Indri dengan sendu.
“What? Have you gone crazy? Don't make a decision when you were in anger. That would be an emotional decision!” sahut Indri kepada Sinta.
“Ini bukan keputusan yang emosional. Aku sudah memikirkannya dengan baik. Ini jalan yang terbaik untuk kami berdua. Apa gunanya rumah tangga kami dipertahankan jika Mas Dani mencintai wanita lain?”
“Sinta, mungkin Dani tengah mencintai wanita lain. Tapi benarkah itu cinta? Jangan-jangan itu hanyalah perasaan semu karena kekosongan jiwa yang dialami oleh Dani.”
“Kekosongan jiwa seperti apa yang kamu maksud? Aku sudah berusaha yang terbaik untuk membagi waktuku di rumah dan di kantor. Lagian Mas Dani sendiri yang memberiku ijin untuk berkarir.”
“Saya tidak sedang menyalahkan kamu, sayang. Saya hanya ingin kamu berpikir lagi sebelum benar-benar memutuskan untuk bercerai. Kasihan anak-anakmu. Jangan hancurkan dunia mereka hanya karena kalian berdua keras kepala.
“Tapi, Ndri...”
“Let me talk to Dani. Alright, girl?”
***
“Itu akan lebih baik, Ndri. Semuanya akan menjadi lebih mudah,”kata Dani saat mendengar rencana Sinta untuk menceraikannya lewat Indri.
“Don't be silly, Dan! You are not going to get anything if that happened. You will lose both of them, your family and your woman.”