ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder merupakan gangguan mental yang menyebabkan anak sulit memusatkan perhatian serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif. Individu dengan ADHD umumnya memiliki gejala seperti mengulang gerakan yang sama (stimming), gagap dalam berbicara, dan memiliki kecepatan bicara yang tinggi.
Seiring dengan berkembangnya proses pertukaran informasi, banyak terjadi salah kaprah mengenai apa itu ADHD di media sosial. Fenomena self-diagnose ini menjadi tren yang semakin marak terutama di kalangan anak muda. Banyak sekali konten-konten yang menjelaskan gejala-gejala ADHD seperti sulit fokus, mudah terdistraksi, atau melupakan hal penting. Kondisi tersebut menyebabkan banyak orang merasa terhubung atau relate dengan gejala tersebut meskipun tidak benar-benar memiliki gangguan tersebut.
Diagnosa ADHD hanya bisa dilakukan oleh psikiater. Meskipun begitu, diagnosa ini juga melewati jalan yang panjang seperti asesmen awal mengenai kondisi yang mengganggu, durasi dan intensitas gejala, riwayat pribadi seperti pengalaman belajar dan interaksi sosial.
Kesadaran mengenai medikasi ADHD yang mulai tumbuh ini merupakan awal yang baik karena masyarakat mulai menyadari pentingnya mengatasi kondisi ini. Namun, tidak semua individu yang memiliki kondisi tersebut memiliki kesadaran untuk melanjutkan konsultasinya ke psikiater.
ADHD ini dapat diatasi dengan melakukan terapi psikologis berupa terapi perilaku kognitif, pelatihan keterampilan, medikasi dengan obat-obat yang diresepkan psikiater untuk mengelola gejala, dan menyesuaikan tempat kerja untuk membantu pasien berfungsi lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H