Filsafat Ilmu merupakan suatu pondasi dasar dari segala ilmu pengetahuan. Teknis berfikir yang disediakan oleh filsafat ilmu, diperlukan guna membuat berbagai macam landasan teori kerangka berpikir suatu disiplin ilmu, salah satunya adalah Ilmu Hubungan Internasional. Filsafat Ilmu merupakan suatu pemikiran yang bersifat Reflektif terhadap berbagai persoalan-persoalan yang berkaitan dengan landasan ilmu dan hubungan antara ilmu dengan segala aspek kehidupan manusia (Gie 2004). Filsafat ilmu dapat diketahui sebagai kajian kritis terhadap metode-metode yang digunakan oleh ilmu-ilmu tertentu. Adib (2015) memaparkan bahwa Filsafat Ilmu merupakan suatu usaha mencari kejelasan tentang dasar-dasar konsep, sangka wacana, serta postulat berkaitan dengan ilmu. Studi Filsafat ilmu ditujukan untuk menetapkan suatu batas yang jelas dan tegas mengenai ilmu tertentu.
Ilmu Hubungan Internasional tidak dapat dipisahkan dari politik, hanya saja lingkup politik yang dimaksud lebih kompleks mencakup lingkup transnasional. Untuk mempelajari Politik Ilmu Hubungan Internasional tentunya memerlukan suatu konsep berpikir kompleks, sistematis, dan analitis. Diperlukan analisis holistik yang menyeluruh guna mendapatkan pemahaman yang tidak bias. Hal ini berkaitan erat dengan cabang-cabang Filsafat Ilmu, salah satunya adalah Epistemologi. Epistemologi merupakan suatu ilmu yang membahas tentang pengetahuan serta cara untuk memperolehnya. Epistemologi membahas tentang teknik, tata cara, serta prosedur dalam suatu keilmuan. Metode yang dipakai pun bervariasi, mulai dari metode non-ilmiah, metode ilmiah, serta metode problem solving.
Perolehan pengetahuan dengan metode non-ilmiah didapatkan melalui prasangka, akal sehat, uji coba, serta pengalaman. Dalam teori Ilmu Hubungan Internasional, metode non-ilmiah ini dipakai dalam teori-teori yang sudah mapan seperti Realisme dan Liberalisme. Dua teori ini merupakan teori yang asumsi dasarnya mengakar pada sifat alamiah manusia yang konfliktual serta kooperatif. Selain itu, asumsi dasar mereka berangkat dari pengalaman-pengalaman lama, seperti contohnya Realisme yang berkaca dari pertarungan Peloponnesia antara Bangsa Sparta dan Bangsa Athena yang saling merasa khawatir akan pertumbuhan kekuatan satu sama lain. Dalam Ilmu Hubungan Internasional, ini dinamakan Dilema Keamanan, dimana terdapat kecemasan dan kecurigaan akibat pihak lain yang sedang mengalami perkuatan. Terdapat suatu kecemasan bahwa perkuatan tersebut akan digunakan untuk melakukan penyerangan terhadap bangsanya. Sedangkan Teori Liberalisme berangkat dari asumsi dasar bahwa manusia pada dasarnya senantiasa memiliki sisi positif, namun terkorupsikan oleh bentuk-bentuk organisasi yang buruk (Dugis 2018). Keduanya merupakan teori yang saling berlawanan dan berkebalikan, namun kedua-duanya sama-sama diperoleh melalui metode non-ilmiah. Bahkan, teori-teori ini mendapat kritik dan berkembang menjadi teori yang dikenal dengan nama The Neo’s. Metode non-ilmiah juga kerap kali digunakan untuk mengidentifikasi aspek-aspek intangible dari suatu negara, seperti power, national interest, dan national identity.
Salah satu teori yang kerap kali digunakan dalam Ilmu Hubungan Internasional dengan dorongan perolehan metode secara ilmiah adalah, Positivisme. Abad pencerahan di Eropa merupakan titik balik modernitas, dimana ilmu pengetahuan dan pemikiran yang bersifat rasional mengalami suatu kebangkitan besar. Inti dari abad pencerahan adalah guna menyingkirkan pola pikir dari manusia yang terlalu bersandar pada mitos dan dogma yang beredar. Pemikiran yang timbul akibat mitos dan dogma tidak hilang sepenuhnya. Hal-hal tersebut tentunya masih tetap ada, hanya saja dikesampingkan sehingga tidak menjadi sandaran utama bagi manusia untuk berpikir dan berperilaku. Kondisi ini sering disebutkan para ahli dengan dualisme, dimana manusia hidup dalam dua dunia, yakni dunia ilmu pengetahuan dan dunia mitos (Karim 2019).
Positivisme merupakan suatu paradigma berpikir tentang bagaimana segala sesuatu di dunia ini dapat dijelaskan secara objektif dengan ilmu pasti. Feigl (1998) menjelaskan bahwa positivisme merupakan suatu sistem yang membatasi diri pada pengalaman dan mengecualikan spekulasi metafisik atau apriori. Dalam sudut pandang positivisme, suatu kenyataan atau kebenaran dapat diukur, diperhitungkan, serta diproyeksikan. Positivisme melibatkan suatu komitmen terhadap pandangan sains yang bersifat terpadu dan pengadopsian ilmu alam dalam menjelaskan ranah sosial. Dalam artian, prinsip yang kerap kali disebut “unity of science”, berusaha untuk menerapkan ilmu-ilmu alam ke dalam ilmu sosial. Salah satu unsur yang biasanya digunakan untuk mengukur ilmu alam adalah metode verifikasi. Kaum positivisme akan mengakui sesuatu apabila terdapat bukti verifikasi yang nyata dari argumen yang disampaikan.
Secara garis besar, Kategorisasi Teori Ilmu Hubungan Internasional menurut Cox (1981) terbagi dalam dua jenis, yakni Teori Problem Solving dan Teori Kritik, dimana terlihat jelas dari namanya. Teori Problem Solving merupakan teori yang menyediakan kerangka berfikir disertai dengan solusi pemecahan masalah, dimana teori ini melihat dunia secara apa adanya. Teori ini memiliki asumsi cateris paribus, yang dimana menganggap bahwa faktor-faktor lain selain faktor yang diperhatikan, dianggap tidak berubah. Sedangkan Teori Kritik tidak mengambil sesuatu secara mentah-mentah, teori ini selalu mempertanyakan asal muasal dari sesuatu dan bagaimana proses terbentuknya sesuatu secara pasti. Teori Kritik cenderung mengkritik teori-teori problem solving yang sudah mapan.
Sejak Abad pencerahan di Eropa, Modernisasi terus berjalan hingga masa kini, tidak berhenti, dan tidak menunggu manusia untuk siap. Siap tidak siap, teknologi akan mengambil bagian dalam seluruh aspek di Kehidupan. Salah satu aspek yang tidak akan tergantikan oleh teknologi adalah kesempurnaan akal manusia. Membaca dan menulis adalah suatu kegiatan yang efektif guna mempertahankan relevansi manusia dalam melihat dunia dengan segala ketidakpastiannya. Teori-teori kritik tentunya hadir sebagai bentuk respon dari para ahli yang tentunya sudah menelaah berulang-ulang dari ketidaksempurnaan teori mapan yang dikritik. Disiplin Ilmu Hubungan Internasional merupakan disiplin yang kaya dengan berbagai teorinya. Didapati banyak perdebatan besar dalam satu teori dengan teori yang lain berkaitan dengan substansi dan metodologi. Masing-masingnya tentu memberikan kontribusinya sendiri terhadap perkembangan dari Teori Ilmu Hubungan Internasional. Tidak menutup kemungkinan dengan kemampuan literasi, akan muncul teori-teori baru yang mengkritisi teori-teori mapan bahkan teori kritik itu sendiri. Kemajuan teknologi harus diimbangi pula dengan kemampuan pengasahan otak melalui literasi yang tentunya dapat dilakukan dengan variasi yang baru akibat kemajuan teknologi. Analisa Epistemologi Filsafat Ilmu tentunya memerlukan kemampuan analisa yang tajam, perolehan tersebut dapat dicapai melalui Literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H