Di era digital, kebebasan berpendapat menjadi semakin mudah diakses oleh setiap individu melalui berbagai platform media sosial. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." Namun, dalam praktiknya, kebebasan ini kerap dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti regulasi ketat, penyalahgunaan undang-undang, dan ancaman terhadap individu yang menyampaikan kritik. Apakah kebebasan berpendapat di era digital masih benar-benar terjamin sesuai dengan amanat konstitusi?
Di satu sisi, era digital telah memperluas ruang ekspresi masyarakat. Media sosial memungkinkan siapa saja untuk menyuarakan pendapat tanpa batasan geografis dan birokrasi. Namun, munculnya regulasi seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sering kali menjadi kontroversi. Beberapa pasal dalam UU ITE, seperti pasal tentang pencemaran nama baik dan ujaran kebencian, dianggap multitafsir dan berpotensi membatasi kebebasan berpendapat. Banyak kasus menunjukkan bagaimana individu dikriminalisasi hanya karena menyampaikan opini yang berbeda atau mengkritik kebijakan pemerintah. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah regulasi tersebut justru bertentangan dengan semangat Pasal 28E UUD 1945.
Di sisi lain, kebebasan berpendapat juga perlu diimbangi dengan tanggung jawab. Informasi yang disebarkan di dunia digital harus tetap berdasarkan fakta dan tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah sering kali disalahgunakan dengan dalih kebebasan berpendapat. Oleh karena itu, regulasi tetap diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara hak individu dan ketertiban sosial. Namun, penerapannya harus adil, transparan, dan tidak digunakan sebagai alat pembungkaman kritik. Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebebasan berpendapat tetap dijamin, sekaligus melindungi masyarakat dari penyalahgunaan informasi.
Kebebasan berpendapat adalah hak fundamental yang dijamin oleh UUD 1945, tetapi tantangan di era digital menunjukkan bahwa hak ini tidak selalu terjamin sepenuhnya. Regulasi yang bertujuan untuk menjaga ketertiban tidak boleh menjadi alat represi terhadap kritik dan opini masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih adil dan transparan agar kebebasan berpendapat tetap terlindungi tanpa mengorbankan kepentingan publik. Dengan keseimbangan yang tepat, Pasal 28E UUD 1945 dapat terus menjadi landasan bagi kebebasan berpendapat yang sehat dan bertanggung jawab di era digital.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI