Note: Topik atau bahasan ini tuh bukan hal baru lagi. Semua pasti pernah baca atau lihat. Tapi tetap ya, kalau nggak diingetin, orang-orang kadang suka lupa diri.
Terakhir saya nulis di blog tuh kapan ya? Udah lama banget semenjak setelah saya masuk SMA, yang dulu sempat terusir dengan rasa malas dan sibuk terjun jadi local guides Google Maps (berharap bisa di undang ke kantor google, lol)
Jadi beberapa saat yang lalu, muncul lagi di media sosial (which means i’ve seen it before) gerakan “Tumpuk di Tengah”, which is a good thing. Gerakan ini mengajak semua orang untuk menumpuk piring, sendok, gelas, dan alat makan lainnya selepas dipakai di tengah meja ketika makan di kedai, restoran, warung dan semacamnya. Dengan menumpuk jadi satu alat makan tersebut, pelayan bisa mengambil semuanya dengan mudah. Selain itu, meja juga terlihat lebih rapi daripada ketika piring, sendok, gelas garpu, bahkan kertas bon sampai berserakan di atas meja apalagi ditambah putung rokok :(
Beberapa minggu kemarin, saya ke salah satu tempat makan di Kediri Mall ditemani laptop dan buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (haha sok edgy banget) ya karena waktu itu saya sekalian nugas. Terlihat hampir semua meja sudah penuh. Akhirnya saya dapat satu meja kosong tapi dengan di atasnya masih berserakan sisa sampah dan gelas-gelas kosong lengkap dengan bon yang nggak dibuang oleh “penghuni” sebelumnya. Alhasil, saya harus buang sendiri sisa sampah pastik dan kertas serta merapikan gelas-gelas yang ada sambil nge-batin betapa malesnya orang-orang untuk buang sampah. Hmm, padahal hal tersebut erat kaitannya dengan basic manner dan tanggung jawab
Kebiasaan saya secara pribadi kalau sehabis nongkrong atau makan, sebisanya saya kembalikan sendiri piring kotor, sampah, dan gelas beserta bakinya. Kalau tidak memungkinkan, at least ditumpuk jadi satu di tengah. Saya juga biasanya sering ngelap meja pakai tisu basah atau tisu kering terutama kalau habis ngopi di caffe atau coffee corner karena air yang mengembun dari gelas saya biasanya ngebasahin meja. Pastinya merepotkan kalau ada orang yang pakai lengan panjang atau yang bawa laptop terus mau naruh laptop di atas meja tapi mejanya basah.
Kayanya dalam hal ini tempat makan di seluruh Indonesia nih perlu sistem seperti yang di IKEA ya (?) Jauh-jauh deh statement pelanggan diperlakukan bak raja dan ratu. Di IKEA, para pelanggan diminta untuk membawa baki piring kotor ke tempat yang sudah disediakan, bahkan di setiap mejanya tertuliskan “Mengapa saya harus membersihkan meja saya sendiri?” Jawabannya "Di restoran dan kafe IKEA, pengunjung kami membersihkan meja sendiri agar dapat langsung digunakan oleh pengunjung berikutnya. Hal ini membuat harga makanan kami tetap terjangkau". Dengan kebijakan seperti ini, diharapkan bisa membentuk kebiasaan dan budaya masyarakat untuk terbiasa membersihkan meja setelah makan dan membuang sampah pada tempatnya.
Well, kalo dilihat-lihat dari dulu kita emang terbiasakan oleh kultur dimanja pramusaji. Saya masih suka melihat terutama di Twitter, sebagian mindset orang Indonesia masih berpikiran “saya bayar untuk makan, bukan untuk bersih-bersih”. Sebenarnya ini bukan tentang kita bayar-makan-pergi gitu aja tapi tentang bagaimana kita bisa menghormati orang lain dengan sedikit memudahkan pekerjaan mereka, lagi pula kebiasaan kecil seperti ini memberi dampak positif sendiri untuk kita seperti membentuk tanggung jawab atas hal sekecil apapun, memiliki good habbits, terbiasa mandiri tidak begantung kepada orang lain, membentuk kualitas diri, serta bisa memudahkan orang lain dalam hal kecil seperti ini memberi kita rasa “at least, ada gunanya juga” kita sebagai manusia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI