Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang lebih dikenal dengan panggilan BJ Habibie merupakan Presiden Ketiga Republik Indonesia. Dirinya menjabat menjadi presiden menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri kala itu dari jabatannya pada 21 Mei 1998, dan dilanjutkan dengan BJ Habibie hingga Oktober 1999. BJ Habibie merupakan presiden yang memiliki masa jabatan tersingkat dibandingkan dengan presiden-presiden lainnya. Sebelum dirinya terjun ke bidang politik, ia terlebih dahulu menjadi ilmuwan teknologi. Ia berhasil menemukan rumus untuk menghitung keretakan dan atom pesawat terbang, yang diberi nama Rumus Faktor Habibie. Berkat kemampuannya tersebut, ia mendapat penghargaan bergengsi yang cukup setara dengan penghargaan nobel Edward Warner Award dan Award Von Karman. Setelah berdedikasi di bidang teknologi hingga dirinya mendapat julukan Bapak Teknologi Indonesia, BJ Habibie melanjutkan karirnya di bidang politik. Ia memulai karir politiknya dengan menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi pada tahun 1978 yang pada saat itu pemerintahan di tangan Presiden Soeharto. Setelah menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi selama 10 dekade, ia kemudian memimpin perusahaan BUMN di bidang industri strategi selama 10 tahun. Kemudian, pada tahun 1998 dirinya diangkat menjadi wakil presiden mendampingi Soeharto. Setelah Soeharto lengser, barulah dirinya menjabat menjadi presiden.
Saat menjabat menjadi presiden, dirinya menghadapi banyak tantangan. Di antaranya yaitu pemisahan diri oleh Timor-Timur dari NKRI, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, dan kerusuhan pasca lengsernya soeharto. Banyak kekacauan yang harus dihadapi BJ Habibie di awal masa jabatannya. Namun berkat kemampuannya yang luar biasa tersebut, BJ Habibie berhasil membangun Indonesia yang semula kacau menjadi pulih dan lebih baik. Beberapa kebijakan yang ia ambil dalam upaya pembangkitan Indonesia yaitu tentang otonomi daerah, anti monopoli, dan pembebasan partisipasi di partai politik. Dirinya juga berhasil menaikkan harga kurs dollar ke rupiah, yang semula hanya 10 ribu menjadi 15 ribu rupiah. Kemampuan kepemimpinannya selama menjabat menjadi presiden sebenarnya tidak dapat dianggap remeh. Ia bahkan mampu menyelesaikan permasalahan likuidasi bank tatkala ekonomi Indonesia kondisinya saat itu kacau. Namun tentu dalam era kepemimpinan seseorang menjadi presiden, terdapat banyak pihak yang ingin berusaha menumbangkan kekuasaannya. Begitupun yang dialami oleh BJ Habibie, dirinya harus menghadapi kenyataan bahwa pertanggungjawabannya atas pemisahan Timor Leste dari NKRI tidak diterima dalam sidang umum MPR. Hasil sidang tersebut mengakibatkan dirinya dipaksa untuk lengser dari jabatan presidennya pada saat itu juga. Setelah dilepas jabatannya secara resmi, kepemimpinan presidennya dilanjutkan oleh KH Abdurrahman Wahid.
Apabila kita menelisik lebih dalam terkait kepemimpinan yang ditunjukkan oleh BJ Habibie, maka yang akan kita lihat pertama kali yakni tipe kepemimpinan visioner dan transformasional darinya. Menurut Bernard (2008) dalam Muhammad Naufal, kepemimpinan visioner yakni sifat pemimpin yang memberikan aksi nyata, cara bekerja yang aktif, dan memiliki pergerakan, perubahan nyata. Tipe kepemimpinan visioner berhasil ditunjukkan oleh BJ Habibie melalui beberapa tindakannya yang mengarahkan Indonesia mencapai masa depan yang lebih demokratis pasca iklim otoriter di Indonesia yang diciptakan oleh soeharto, tindakan tersebut diantaranya yaitu pembukaan ruang demokrasi dengan memberikan masyarakat kebebasan untuk berpendapat dan memberikan kebebasan masyarakat untuk bergabung di partai politik yang ada. Tak hanya itu, tipe kepemimpinan visionernya juga ditunjukkan dengan adanya pemberian otonomi kepada daerah untuk mengelola sumber daya daerahnya sendiri. Kebijakan yang diambilnya tersebut menunjukkan kepemimpinan visioner karena dalam membuat kebijakan ia berporos pada hasil di masa depan yakni pemerataan pembangunan dan ekonomi di tiap-tiap daerah. Â Contoh terakhir implikasi nyata kepemimpinan visionernya yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukannya. Saat ini terbukti bahwa peranan IPTEK telah menguasai dunia, dan Indonesia sudah cukup awal untuk mempelajarinya berkat kebijakan BJ Habibie tersebut.
Selanjutnya, BJ Habibie juga menunjukkan tipe kepemimpinan transformasionalnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Richard (2019) dalam Muhammad Naufal, kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mengutamakan fokusnya terhadap perubahan besar dengan memberdayakan kesadaran, semangat, dan inspirasi anggotanya. Kebijakan yang diambil dirinya untuk kembali menghidupkan marwah negara demokratis setelah 32 tahun di masa kepemimpinan Soeharto menjadi negara otoriter, merupakan salah satu contoh transformasi besar terhadap bentuk pemerintahan Indonesia. Bentuk perubahan lainnya yaitu dalam industri kedirgantaraan dan reformasi pendidikan. BJ Habibie berhasil menciptakan perubahan besar dalam industri kedirgantaraan yakni dengan membuat pesawat terbang nasional CN-235 dan N-250. Terciptanya pesawat itu juga yang menyebabkan adanya perubahan ekonomi yang semula mengalami krisis besar menjadi kondisi ekonomi yang lebih maju dan berkembang lebih baik. BJ Habibie juga melakukan reformasi pendidikan dengan mengenalkan adanya program beasiswa untuk anak Indonesia, agar semuanya berkesempatan mengenyam pendidikan yang berkualitas dan merata. Program tersebut berhasil memberikan perubahan nyata dalam memperbaiki kesenjangan akses pendidikan di Indonesia dan perlahan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.
Apabila kita telah memahami tipe kepemimpinan dari BJ Habibie, maka selanjutnya kita akan memahami lebih dalam terkait gaya kepemimpinan yang ditunjukkan oleh dirinya. Menurut teori, terdapat enam gaya kepemimpinan yakni kharismatis, demokratis, militeristik, otoriter, diplomatis, dan transformasional. BJ Habibie sendiri merupakan sosok pemimpin yang cerdas dan berani untuk mengambil risiko. Ia memiliki tekad yang kuat untuk menciptakan perubahan bagi Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang demokratis dan transparan. Tentu dari penjelasan tersebut, gaya kepemimpinan BJ Habibie lebih mengarah ke demokratis. Hal tersebut dibuktikan dengan seringnya ia membuka ruang dialog dan konsultasi dengan masyarakat, khususnya mahasiswa, aktivis dan tokoh-tokoh politik. Ia berusaha menunjukkan bahwa komunikasi dalam suatu negara sangat penting. Komunikasi menurutnya menjadi kunci untuk memperkuat hubungan antara negara dengan rakyatnya. Komunikasi juga bertujuan untuk mencapai keseragaman dalam menghadapi tantangan. Selain itu, Ia juga memacu adanya partisipasi tinggi yang ditunjukkan masyarakat terhadap pemerintahan Indonesia. Masyarakat didorong olehnya untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pencapaian keputusan yang mempengaruhi masa depan negara, Bentuk dukungan BJ Habibie terhadap partisipasi politik masyarakat yaitu pengadaan Pemilihan Umum Multipartai pada tahun 1999. Pemilu tersebut melibatkan 48 partai politik, yang mana menerapkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam pelaksanaannya.
Gaya kepemimpinan demokratisnya juga ditunjukkan dengan upaya yang dilakukannya untuk memberikan kebebasan terhadap pers dan membebaskan tahanan politik, ia melakukannya dengan tujuan melaksanakan prinsipnya yaitu prinsip kebebasan berpendapat dan penegakan Hak Asasi Manusia. Tak hanya itu, BJ Habibie juga melakukan reformasi politik dan pembentukan DPR guna merepresentasikan masyarakat. Pembentukan DPR tersebut bertujuan untuk memberikan wadah bagi representasi masyarakat dalam upaya pengambilan keputusan dan memperkuat sistem demokrasi Indonesia dengan melibatkan peran aktif masyarakat. Upaya-upayanya tersebut menyebabkan dirinya juga dikenal sebagai bapak Demokrasi Indonesia. Gelar tersebut diberikan kepadanya sebagai bentuk pengakuan bahwa peran dirinya sangat besar terhadap masa depan Indonesia yang demokratis, inklusif, dan terbuka.
Banyak masyarakat yang memberikan respon positif terhadap gaya kepemimpinan demokratis BJ Habibie ini. Dirinya banyak mendapat dukungan dari masyarakat, karena tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat memang lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratis daripada gaya kepemimpinan otoriter seperti era Soeharto. Namun, di samping banyaknya pihak yang pro dengan gaya kepemimpinan dirinya. Ada juga pihak-pihak yang kurang setuju dengan gaya kepemimpinan tersebut. Beberapa pihak menganggap bahwa demokrasi tersebut membuat Indonesia menjadi terhambat dan lebih lama dalam pengambilan suatu keputusan karena banyak pertimbangan dari pihak-pihak lain. Efisiensi dari pemutusan pilihan sepihak juga masih dianggap yang paling tepat. Tetapi, pandangan-pandangan demikian seringkali didasarkan pada perspektif otoriter. Setiap bentuk pemerintahan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Begitupun demokratis dan otoriter, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Tak hanya dari gaya kepemimpinan, masyarakat juga turut memberikan respons terkait masa jabatan BJ Habibie. Mereka berpendapat bahwa kepemimpinan singkat BJ Habibie menyebabkan banyak hal yang tidak tuntas. Program-program yang awalnya membangkitkan semangat masyarakat karena dinilai berpotensi sangat positif dalam kemajuan bangsa, justru membuat masyarakat kecewa karena proses implementasinya tidak berhasil akibat selesainya masa jabatan BJ Habibie. Contoh dari program tersebut yaitu upaya penyelesaian krisis moneter 1998. BJ Habibie pada mulanya berupaya sungguh-sungguh dalam mengatasi krisis moneter tersebut, ia bahkan telah membentuk program pemulihan ekonomi. Upaya yang akan dilakukan BJ Habibie tersebut membuat masyarakat menaruh harapan besar kepadanya. Namun, sayang sekali akibat pendeknya masa jabatan tersebut. BJ Habibie tidak bisa menuntaskan programnya secara menyeluruh dan dilanjutkan dengan presiden selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H