Pendidikan dan Teknologi : Cermin Manusia Masa Depan
Lembaga pendidikan perlu berbenah secara revolusioner untuk beradaptasi dengan teknologi-teknologi yang akan berkembang pesat pada masa mendatang. Tak bisa dipungkiri revolusi digital yang memerankan manusia sebagai subjek harus bergantung kepada sang objek sehingga manusia dituankan oleh teknologi. Media menjadi sarana belajar secara instan dan cepat yang semestinya menggunakan teknologi. Mencari informasi kian cepat tapi belum tentu tepat, mencari sangat luas tetapi kurang puas, dan banyak tetapi tidak mendalam.Â
Munculnya agama baru yaitu viral, cepat, dan singkat memunculkan budaya skip atau skipculture yang menjadikan klik dan scroll sebagai pusat kehidupan. Manusia hanya memperhatikan apa yang kelihatan menarik dengan banyak sensasi yang mungkin tak beresensi. Literatur yang panjang dan bermakna dihiraukan berpaling pada video singkat yang nyeleneh. Inilah yang dinamakan matinya era kata-kata dimana literatur disingkirkan video singkat yang diunggulkan. Manusia bukan lagi sebagai tuan tetapi budak pada teknologi. Semua bergantung pada teknologi, kemendalaman yang mencari esensi tak lagi dihiraukan padahal itu yang lebih penting. Lantas, bagaimana peran pendidikan dalam menyikapi hal ini?
Literasi digital dengan melatih habitus membaca dan menulis menjadi kreasi dalam kegiatan belajar yang bisa dibilang efektif. Hal ini dilakukan dengan memberi literatur yang disukai oleh para siswa tidak selalu top-down, dengan mengharuskan para murid mendengar dan memahami seuai apa yang diajarkan oleh gurunya. Istilah yang mungkin cocok dengan struktur pengajaran ini disebut doktrinasi. Doktrin dalam kamus KBBI berarti ajaran secara bersistem dan sesuai dengan pengetahuannya. Sedangkan dogma menurut KBBI berarti pokok ajaran yangg harus diterima dan tidak boleh dibantah. Â Seluruh pelajaran pada saat diujikan jawabanya harus sesuai dan sama persis dengan apa yang diajarkan. Pola seperti ini hadir dalam pembelajaran zaman orde baru yang disebut P4(Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila ). Â Pendidikan pada masa ini cenderung membuat para siswanya tidak memiliki kreativitas dan inovasi dalam berpikir.
 Perjalanan pendidikan bangsa ini telah melewati berbagai revolusi yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dasar siswa. Pada mulanya bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara membangun ide dan gagasan dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Pada tanggal 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewanatara mendirikan Taman Siswa. Lembagaini didirikan bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat pribumi.Â
Pada masa itu memang diketahui terjadi segregasi sosial dimana para priyayi dan bangsa-bangsa Belanda mendapatkan pendidikan yang layak sementara kaum pribumi dikucilkan dari dunia pendidikan. Setelah berjalannya waktu Taman Siswa sebagai lembaga pendidikan berhasil mengembangkan daya pikir dan olah karsa masyarakat pribumi. Ki Hajar Dewantara menciptakan trilogi sebagai pijakan pendidikan Indonesia supaya kedepannya memiliki arahan dan pijakan yang pas dan benar. Ing Ngarsa Sung Tuladha, memiliki artii di depan memberi teladan.Â
Pendidikan sebagai pupuk pertama dalam mengarungi dunia harus memberikan contoh dan ilmu yang baik terhadap para siswa. Tak hanya itu pendidikan yang diajarkan oleh guru juga harus memberikan suatu pemikiran yang benar dan bijak. Peran guru di sini menjadi sangat krusial dalam membentuk karakter dan kepribadian siswa. Sebelum mengajar para siswa, guru pun harus dobekali pendidikan yang lebih mendalam dan berupaya mengayomi siwa-siswinya. Ing Madya Mangun Karsa, dalam artian di tengah memberikan dan membangun prakarsa. Arti prakarsa di sini sangat luas bisa gagasan, ide ataupun ikhtiar. Menjadi pelopor dan memberi gagasan di tengah kehidupan yang memberi banyak tawaran.Â
Ide-ide yang dimunculkan bertujuan untuk membangun stimulus kepada para siswa agar mencoba melahirkan ide-ide yang cemerlang dengan nalar kritis yang terstruktur. Lalu yang terakhir adalah Tut Wuri Handayani, di belakang memberi dorongan. Dorongan yang dimaksud adalah mengamati dan mengarahkan. Kembali lagi dengan pendidikan karakter para siswa peran guru sebenarnya adalah mengamati, mengevaluasi, dan mengarahkan para siswa agar melaksanakan pembelajaran dengan baiik dan selaras dengan peraturan yang ada. Sehinga para siswa dapat berkembang dengan baik dan mampu berpijak dengan dewasa.
Trilogi pendidikan dengan struktur bahasa Jawa dibuat bertujuanmencapai tujuan tertib dab damai, membentuk manusia yang merdeka. Tertib tidak akan tercapai jika tidak ada damai antar manusia dan aturan yang dibuat. Manusia yang merdeka lahir dan batin adalah individu yang merdeka perasaanya dan merdeka perbuatanya dengan penuh tanggung jawab. Pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara memberikan kemerdekaan dengan cara memberi tanggung jawab kepada siswa agar mampu mengolah kemampuannya secara mandiri dan matang. Berdikari singkatan dari berdiri di kaki kita sendiri memberi penjelasan mengenai pendidikan yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab pada diri kita sendiri. Â
Gagasan Ki Hajar Dewantara tidak jauh beda dengan pendapat Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara, SJ yang menyebutkan bahwa manusia sudah selayaknya mampu mengubah dan mengonstruksi perbuatan mansia, karena sebenarnya mendidik atau memberi pelajaran itu disebut juga memanusiakan manusia. Dr. Driyarkara menyimpulkan pernyataan nini dalam dua kata yaitu hominisasi dan humanisasi. Kedua pendapat para bapak Pendidikan ini menyimpulkan bahwa pendidikan selayaknya bukan hanya terpaku pada teks pembelajaran, tetapi mamu melaksanakan dengan merdeka penerapan yang diberikan sehingga mampu menjadikan sesamanya baik adanya.
Pernyataan di atas menjadi dasar untuk melihat situasi pendidikan pada zaman sekarang. Di mana teknologi mulai menginvasi dunia pendidikan dengan banyak tawaran yang ada. Seharusnya teknologi adalah teman bagi pendidikan yang bertujuan sebagai sarana dalam mendapatkan ilmu dan pengajaran. Teknologi seperti handpone, laptop, dan komputer hanya perangkat yang disambungkan dengan makhluk cepat bernama internet. Dunia serba instan karena makhluk ini memberi sejuta keinginan yang menjadi kebutuhan manusia. Â Menganalisis konsep dasar pendidikan dari Ki Hajar Dewantara dan Dr. Driyarkara, mengajak teknologi untuk berperan penting dalam pengembangan karakter siswa.