Mohon tunggu...
Iman Suligi
Iman Suligi Mohon Tunggu... Administrasi - pensiunan guru

guru, pustakawan, berkebun, membaca, musik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Solusi Out Of The Box Bagi Guru yang Kekurangan Jam Mengajar

11 Juni 2016   09:47 Diperbarui: 11 Juni 2016   17:04 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Anies Baswedan Berencana Terbitkan Permendikbud Tentang Kekurangan Jam Mengajar - Persyarat mutlak untuk mendapatkan tunjangan profesi pendidik (TPP) atau sering disebut dengan tunjangan sertifikasi guru wajib mengajar minimal 24 jam tatap muka setiap minggunya. Jika kurang 1 jam saja maka guru bersertifikasi tak akan mendapatkan tunjangan satu persenpun.  Demikian saya kutip dari http://www.infoptk.com.

Saya melihat ini baik-baik saja, hanya saja bagaimana solusinya supaya guru tidak perlu mengalami kesulitan memenuhi kewajiban itu. Bagaimana supaya para guru yang mengalami hal ini cukup ngopeni sekolah tanpa harus ke sekolah yang bisa jadi berjauhan lokasinya.  Tenaga intelektualitas dan fisiknya bisa lebih optimal dimanfaatkan sekolah tanpa harus digunakan hanya untuk menuju lokasi yang berjauhan dari sekolah asalnya.

Saat ini lewat Gerakan Indonesia Membaca Anies Baswedan sedang menggebrak rendahnya minat baca dengan berbagai terobosan.  Taman Bacaan Masyarakat tumbuh menjamur di seluruh kawasan Nusantara. Kampung Literasi sedang dirintis untuk memperkuat upaya itu. Aturan kewajiban membaca disekolah dicanangkan, namun sudahkah sekolah menerapkan?

Bisakah kita berfikir out of the box untuk masalah kekurangan jam mengajar para guru tadi dengan mensinergikannya gerakan literasi yang sedang hangat ini? Bisakah kita melibatkan para guru tadi "dengan sepenuh hati " dalam gerakan literasi ini di sekolah tanpa keluar pagar? Dapatkah para guru tadi dilibatkan sebagai Guru Pustakawan dengan serangkaian kewajiban yang bisa dirumuskan dan ditata dengan baik? Dapatkah ini dijalankan sebagai solusi out of the box dan tidak sekedar menjadi sebatas formalitas?

Di masa lalu ( mungkin sekarang masih ) perpustakaan baik di sekolah, universitas, atau instansi  terkadang dipersepsikan sebagai penjara untuk staf yang ada masalah.  Perpustakaan juga tidak menarik untuk menjadi tempat bekarir karena pertimbangan-pertimbangan tetentu.  Sudah saatnya semuanya dirubah. Inilah saatnya membangun negeri dengan menempatkan perpustakaan sebagai pusat keunggulan. Bapak dan Ibu guru buatlah perpustakaan menyenangkan dan bergizi agar siapa saja betah disana. Jangan mengajar kemana-mana, makmurkan saja perpustakaan sekolah Anda dan Anda tetap akan mendapat tunjangan sertifikasi. Mga-moga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun