Di tengah masyarakat kita, menutup jalan untuk hajatan pribadi, Â masih menjadi pemandangan yang lazim. Bukan hanya di jalan kampung, tanpa sungkan bahkan jalan besar juga seringkali diperlakukan seperti itu. Kita tentu tak bisa menerima alasan bahwa itu dilakukan karena keterbatasan dana. Disamping suasana glamor yang nampak dalam gemerlapnya suasana, menutup jalan kita yakin, pastilah tidak cuma-cuma. Pertanyaannya adalah, kepada siapa orang minta ijin untuk keperluan itu. Adakah regulasi yang resmi untuk itu. Jika pun ada, apakah itu tidak layak diluruskan kembali.
Bagaimanapun situasinya, menutup jalan untuk hajatan pribadi tidaklah layak dilakukan. Bukankah masih banyak cara yang dilakukan alih-alih menutup atau mengurangi jalan umum? Kecenderungan ambil enaknya saja yang berjangkit di masyarakat haruslah dihentikan. Untuk itu dinas yang memiliki kewenangan dan tanggungjawab tentang hal ini seharusnya berani menegakkan aturan yang benar dan menghindari privilege bagi orang tertentu.
Ataukah memang peraturan tentang hal itu termasuk misalnya bagaimana membatasi penggunaan pengeras suara tanpa mengganggu kepentingan umum sebetulnya sudah ada? Apakah itu masih terjadi semata hanya karena ketidak-tegasan dalam menegakkan peraturan semata?
Menghadapi dinamika sosial kedepan, pihak yang berkompeten dituntut lebih tegas dalam menegakkan peraturan demikian juga masyarakat seharusnya makin meningkat kesadaran sosialnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H