Desa Tanglad, Nusa Penida - 16 Juni 2024 - Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin ekstrem, Desa Tanglad di Nusa Penida bersama Yayasan Kedai Masyarakat mengambil langkah proaktif dengan melaksanakan penanaman tanaman adaptif iklim. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalah kekeringan, musim yang tidak menentu, serta serangan hama kera yang telah merusak lahan pertanian warga selama bertahun-tahun.
Perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan dan kemarau menjadi tidak menentu telah mengakibatkan banyak petani di Desa Tanglad mengalami gagal panen. Selain itu, minimnya air dan serangan hama kera yang merusak tanaman semakin memperburuk kondisi pertanian di desa ini. Banyak warga yang hampir putus asa menghadapi situasi ini.Perbekel Desa Tanglad, I Kadek Widyartha, S.Sos, mengungkapkan bahwa perubahan musim yang tak menentu menyebabkan banyak petani di desanya mengalami gagal panen.Â
"Warga kami banyak mengalami gagal panen karena musim yang tidak menentu. Harusnya musim hujan, malah panas, dan sebaliknya. Ditambah lagi dengan minimnya air dan serangan hama kera yang merusak tanaman, situasi ini sangat mengganggu ketahanan pangan di desa kami. Jangankan untuk pertanian untuk konsumsi sehari-hari saja kalau kemarau berkepanjangan kurang. Ditambah dengan hama kera yang merusak tanaman warga kami menjadi gangguan serius 10 tahun terakhir ini. Untuk itu perlu ada langkah-langkah yang bisa dijadikan solusi alternatif " jelas I Kadek Widyartha,S.Sos.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Yayasan Kedai Masyarakat (Kemas) hadir mendampingi masyarakat Desa Tanglad dengan menanam tanaman adaptif iklim. Ketua Yayasan Kemas, Leonardo F. Sahubura, menjelaskan bahwa tanaman-tanaman yang dipilih tidak hanya tahan terhadap perubahan iklim tetapi juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi masyarakat. " permasalahan yang dihadapi masyarakat terungkap saat kami melakukan Penilaian Partisipatif terhadap Risiko Iklim dan Bencana yang mengancam masyarakat Desa Tanglad. Selain kekeringan dan musim yang tidak menentu, hama kera menjadi masalah serius.Â
Karenanya kami mencoba memfasilitasi mencarikan solusi dengan menanam tanaman yang cocok di Nusa Penida, tahan terhadap perubahan iklim, tak dimakan kera serta mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakat. Misalnya kami menanam kelor, Kelor (Moringa Oleifera) adalah satu dari ragam tanaman yang ditanam sebagai alternatif karena mampu beradaptasi dengan kondisi wilayah yang panas seperti di Nusa Penida serta sejauh ini tidak dimakan kera.Â
Dengan menanam kelor maka secara tidak langsung kita mendukung restorasi tanah dan berkontribusi pada keseimbangan udara sebab akar pohon dapat berfungsi sebagai penangkap air dan kemampuannya merestorasi tanah sangat baik ditambah lagi dengan kemampuan daunnya yang mampu menyerap Co2 yang tinggi serta pelepasan o2 secara maksimal. Tentu dikemudian hari mafaat dari produk pertambahan nilai tanaman kelor dapat mendorong terciptanya varian makanan dan minuman yang sehat dan bergizi serta disaat yang sama akan menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat.," ungkap Leonardo.
Dalam kegiatan ini, teknis budidaya pertanian adaptif diajarkan oleh Wayan Wardika dari Desa Taro, Tegal Dukuh, Gianyar. Ia menjelaskan pentingnya memanfaatkan potensi lokal seperti sampah organik yang disiram dengan mikroorganisme efektif atau Biotaro sebagai pupuk dan penjaga kelembaban tanah. "Saya mengajak warga memanfaatkan sampah organik sebagai pupuk untuk menjaga kelembaban tanah. Setelah itu, kita tanam bibit kelor, kenanga,dan Sacha Inchi dengan harapan bisa tumbuh dan memberikan hasil ekonomi kedepannya," ujar Wayan Wardika.
Tenaga Ahli Pendamping Desa Provinsi Bali, I Kadek Suardika, yang juga hadir dalam acara ini, menambahkan bahwa pertanian adaptif ini sejalan dengan program prioritas Dana Desa untuk ketahanan pangan dengan besaran minimal 20 persen dari total pagu yang diterima Desa. "Ancaman panas yang diprediksi meningkat lima tahun ke depan membutuhkan langkah antisipasi. Pertanian adaptif seperti di Tanglad ini menjadi solusi alternatif. Walaupun tidak mudah, setidaknya sudah ada langkah awal yang diusahakan," kata Jro Kadek Suardika.
Dengan pelaksanaan penanaman tanaman adaptif iklim ini, diharapkan pertanian di Desa Tanglad dapat lebih tahan terhadap perubahan iklim dan serangan hama, serta memberikan nilai ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat setempat. Kegiatan ini menjadi bukti bahwa dengan kerjasama dan inovasi, tantangan pertanian di masa depan dapat dihadapi dengan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H